Pages

Pages

Sabtu, 01 Februari 2014

HUKUMAN MATI TIDAK MENYELESAIKAN PERSOALAN PUNCAK JAYA

Olga Helena Hamadi (Ist)
Jayapura, 31/1 (Jubi) – Pernyataan wakil kepala kepolisi daerah Papua Paulus Waterpauw terhadap Yemiter Telenggen dinilai berlebihan, emosional dari seorang penegak hukum.

“Seharusnya yang dipakai patokan hukum atau aturan hukum bukan menurut maunya, emosional dan arogansinya” tegas Olga Helena Hamadi, Kordinator KontraS Papua kepada tabloidjubi.com melalui surat elektroniknya, Jumat (31/1).

Menurut Olga, memang benar bahwa ada beberapa peristiwa penyerangan dan penembakan yang mengakibatkan korban warga sipil maupun aparat dan butuh penegakan hukum.

“Kami sepakat penegakan hukumnya tapi penegakan hukum yang bagaimana ini yang perlu pahami bahwa penegak hukum harus menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah sehingga tidak mengendepankan emosional dan arogansi.

Kalau arogansi yang dikedepakan, menurut Olga, tidak akan meyelesaikan persoalan

“Hukuman mati tidak akan menjawab persolan Puncak Jaya,” tuturnya.

Wilem Rumasep, pelaksana Harian Ketua Dewan Adat Papua, kalau penegak hukum menerapkan hukum mati harus adil. Polisi yang melakukan penembakan terhadap warga sipil juga harus menerima hukuman mati.

“Hukuman mati juga kepada polisi yang tangan gatal menembak sembaran itu. Kalau hanya dikenakan kepada Yemiter, sangat tidak masuk akal sebab yang bersangkutan belum bisa sibuktikan kebenaran keterlibatannya.” kata Rumasep.

Olga Hamadi berharap pemerintah lebih baik memikirkan solusi hukum melalui fakta sebab akibat masalah.

“Mengapa kejadian itu terus menerus terjadi? Pemerintah bisa memikirkan solusinya dan tidak mengendepankan proses hukum,”tutur Olga. (Jubi/Mawel)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar