Ilustrasi Penolakan PT.FI Di Papua |
Freeport Mengangkangi Emas Papua
Di ketinggian 4200 m di tanah Papua, Freeport McMoran (FM),
perusahaan induk PT. Freeport Indonesia mengangkangi tambang emas
terbesar di dunia dengan cadangan terukur kurang lebih 3046 ton emas,
31 juta ton tembaga, dan 10 ribu ton lebih perak tersisa di pegunungan
Papua. Berdasarkan perhitungan kasar, cadangan ini diperkirakan masih
akan bisa dikeruk hingga 34 tahun mendatang.
Menurut catatan departemen Energi dan Sumber Daya mineral, sejak 1991
hingga tahun 2002, PT Freeport memproduksi total 6.6 juta ton tembaga,
706 ton emas, dan 1.3 juta ton perak. Dari sumber data yang sama,
produksi emas, tembaga, dan perak Freeport selama 11 tahun setara dengan
8 milyar US $. Sementara perhitungan kasar produksi tembaga dan emas
pada tahun 2004 dari lubang Grasberg setara dengan 1.5 milyar US$.
Berdasarkan laporan pemegang saham tahun 2005, nilai investasi FM di
Indonesia mencapai 2 bilyun dollar. Freeport merupakan perusahaan emas
penting di Amerika karena merupakan penyumbang emas nomor 2 kepada
industri emas di Amerika Serikat setelah Newmont. Pemasukan yang
diperoleh Freeport McMoran dari PT Freeport Indonesia, dan PT.
Indocopper Investama (keduanya merupakan perusahaan yang beroperasi di
Pegunungan Tengah Papua) mencapai 380 juta dollar (hampir 3.8 trilyun)
lebih untuk tahun 2004 saja. Keuntungan tahunan ini tentu jauh lebih
kecil pendapatan selama 37 tahun Freeport beroperasi di Indonesia.
Dalam nota keuangan tahunannya kepada pemegang saham, selama 3 tahun
hingga tahun 2004, total pengasihan PT. Freeport kepada pemerintahan
rezim boneka Republik Indonesia hanya kurang lebih dari 10-13 %
pendapatan bersih di luar pajak atau paling banyak sebesar 46 juta
dollar (460 milyar rupiah). Demikian Freeport juga mengklaim dirinya
sebagai penyumbang pajak terbesar di Indonesia yang tidak jelas berapa
jumlahnya. Menurut dugaan, pajak yang disumbang PT. Freeport Indonesia
mencapai 2 trilyun rupiah (kurang dari 1 % Anggaran negara). Pertanyaan
yang patut dimunculkan, apakah dengan demikian Freeport menjadi demikian
berharga dibanding ratusan juta pembayar pajak lainnya yang sebenarnya
adalah warga yang patut dilayani negara? Atau dengan menjadi pembayar
pajak terbesar, PT Freeport sebetulnya sudah ‘membeli’ negara dengan hanya menyumbang kurang dari 1% anggaran negara? Bagaimana dengan agregat pembayar pajak yang lain?
Sejarah Singkat Masuknya Freeport ke Papua
Akhir tahun 1996, sebuah tulisan bagus oleh Lisa Pease yang dimuat dalam majalah Probe. Tulisan ini juga disimpan dalam National Archive di Washington DC. Judul tulisan tersebut adalah “JFK, Indonesia, CIA and Freeport.”
Akhir tahun 1996, sebuah tulisan bagus oleh Lisa Pease yang dimuat dalam majalah Probe. Tulisan ini juga disimpan dalam National Archive di Washington DC. Judul tulisan tersebut adalah “JFK, Indonesia, CIA and Freeport.”
Walau dominasi Freeport atas gunung emas di Papua dimulai sejak tahun
1967, namun kiprahnya di negeri ini sudah dimulai beberapa tahun
sebelumnya. Dalam tulisannya, Lisa Pease mendapatkan temuan jika
Freeport Sulphur, demikian nama perusahaan itu awalnya, nyaris bangrut
berkeping-keping ketika terjadi pergantian kekuasaan di Kuba tahun 1959.
Saat itu Fidel Castro dan Ernesto “Che” Guevara berhasil
menghancurkan rezim diktator Batista. Oleh Castro, seluruh perusahaan
asing di negeri itu dinasionalisasikan. Freeport Sulphur yang baru saja
hendak melakukan pengapalan nikel produksi perdananya terkena imbasnya.
Ketegangan terjadi. Menurut Lisa Pease, berkali-kali CEO Freeport
Sulphur merencanakan upaya pembunuhan terhadap Castro, namun
berkali-kali pula menemui kegagalan.
Ditengah situasi yang penuh ketidakpastian, pada Agustus 1959, Forbes
Wilson yang menjabat sebagai Direktur Freeport Sulphur melakukan
pertemuan dengan Direktur pelaksana East Borneo Company, Jan van
Gruisen. Dalam pertemuan itu Gruisen bercerita jika dirinya menemukan
sebuah laporan penelitian atas Gunung Ersberg (Gunung Tembaga) di Irian
Barat yang ditulis Jean Jaques Dozy di tahun 1936. Uniknya, laporan itu
sebenarnya sudah dianggap tidak berguna dan tersimpan selama
bertahun-tahun begitu saja di perpustakaan Belanda. Van Gruisen tertarik
dengan laporan penelitian yang sudah berdebu itu dan membacanya.
Dengan berapi-api, Van Gruisen bercerita kepada pemimpin Freeport
Sulphur itu jika selain memaparkan tentang keindahan alamnya, Jean
Jaques Dozy juga menulis tentang kekayaan alamnya yang begitu melimpah.
Tidak seperti wilayah lainnya diseluruh dunia, maka kandungan biji
tembaga yang ada disekujur tubuh Gunung Ersberg itu terhampar di atas
permukaan tanah, jadi tidak tersembunyi di dalam tanah. Mendengar hal
itu, Wilson sangat antusias dan segera melakukan perjalanan ke Irian
Barat untuk mengecek kebenaran cerita itu. Di dalam benaknya, jika kisah
laporan ini benar, maka perusahaannya akan bisa bangkit kembali dan
selamat dari kebangkrutan yang sudah di depan mata.
Selama beberapa bulan, Forbes Wilson melakukan survey dengan seksama
atas Gunung Ersberg dan juga wilayah sekitarnya. bbPenelitiannya ini
kelak ditulisnya dalam sebuah buku berjudul The Conquest of Cooper
Mountain. Wilson menyebut gunung tersebut sebagai harta karun terbesar
yang untuk memperolehnya tidak perlu menyelam lagi karena semua harta
karun itu telah terhampar di permukaan tanah. Dari udara, tanah
disekujur gunung tersebut berkilauan ditimpa sinar matahari.
Wilson juga mendapatkan temuan yang nyaris membuatnya gila. Karena
selain dipenuhi bijih tembaga, gunung tersebut ternyata juga dipenuhi
bijih emas dan perak!! Menurut Wilson, seharusnya gunung tersebut diberi
nama GOLD MOUNTAIN, bukan Gunung Tembaga. Sebagai seorang pakar
pertambangan, Wilson memperkirakan jika Freeport akan untung besar dalam
waktu tiga tahun sudah kembali modal. Pimpinan Freeport Sulphur ini pun
bergerak dengan cepat. Pada 1 Februari 1960, Freeport Sulphur meneken
kerjasama dengan East Borneo Company untuk mengeksplorasi gunung
tersebut.
Namun lagi-lagi Freeport Sulphur mengalami kenyataan yang hampir sama
dengan yang pernah dialaminya di Kuba. Perubahan eskalasi politik atas
tanah Irian Barat tengah mengancam. Hubungan Indonesia dan Belanda telah
memanas dan Soekarno malah mulai menerjunkan pasukannya di Irian Barat.
Tadinya Wilson ingin meminta bantuan kepada Presiden AS John
Fitzgerald Kennedy agar mendinginkan Irian Barat. Namun ironisnya, JFK
malah sepertinya mendukung Soekarno. Kennedy mengancam Belanda, akan
menghentikan bantuan Marshall Plan jika ngotot mempertahankan Irian
Barat. Belanda yang saat itu memerlukan bantuan dana segar untuk
membangun kembali negerinya dari puing-puing kehancuran akibat Perang
Dunia II terpaksa mengalah dan mundur dari Irian Barat.
Ketika itu sepertinya Belanda tidak tahu jika Gunung Ersberg
sesungguhnya mengandung banyak emas, bukan tembaga. Sebab jika saja
Belanda mengetahui fakta sesungguhnya, maka nilai bantuan Marshall Plan
yang diterimanya dari AS tidak ada apa-apanya dibanding nilai emas yang
ada di gunung tersebut.
Dampak dari sikap Belanda untuk mundur dari Irian Barat menyebabkan
perjanjian kerjasama dengan East Borneo Company mentah kembali. Para
pemimpin Freeport jelas marah besar. Apalagi mendengar Kennedy akan
menyiapkan paket bantuan ekonomi kepada Indonesia sebesar 11 juta AS
dengan melibatkan IMF dan Bank Dunia. Semua ini jelas harus dihentikan!
Segalanya berubah seratus delapan puluh derajat ketika Presiden
Kennedy tewas ditembak pada 22 November 1963. Banyak kalangan menyatakan
penembakan Kennedy merupakan sebuah konspirasi besar menyangkut
kepentingan kaum Borjuis Monopoli AS yang hendak mempertahankan
hegemoninya atas kebijakan politik di Amerika.
Presiden Johnson yang menggantikan Kennedy mengambil sikap yang
bertolak belakang dengan pendahulunya. Johnson malah mengurangi bantuan
ekonomi kepada Indonesia, kecuali kepada militernya. Salah seorang tokoh
di belakang keberhasilan Johnson, termasuk dalam kampanye pemilihan
presiden AS tahun 1964, adalah Augustus C.Long, salah seorang anggota
dewan direksi Freeport.
Tokoh yang satu ini memang punya kepentingan besar atas Indonesia.
Selain kaitannya dengan Freeport, Long juga memimpin Texaco, yang
membawahi Caltex (patungan dengan Standard Oil of California). Soekarno
pada tahun 1961 memutuskan kebijakan baru kontrak perminyakan yang
mengharuskan 60persen labanya diserahkan kepada pemerintah Indonesia.
Caltex sebagai salah satu dari tiga operator perminyakan di Indonesia
jelas sangat terpukul oleh kebijakan Soekarno ini.
Augustus C.Long amat marah terhadap Soekarno dan amat berkepentingan
agar orang ini disingkirkan secepatnya. Mungkin suatu kebetulan yang
ajaib. Augustus C.Long juga aktif di Presbysterian Hospital di NY dimana
dia pernah dua kali menjadi presidennya (1961-1962). Sudah bukan
rahasia umum lagi jika tempat ini merupakan salah satu simpul pertemuan
tokoh CIA.
Lisa Pease dengan cermat menelusuri riwayat kehidupan tokoh ini.
Antara tahun 1964 sampai 1970, Long pensiun sementara sebagai pemimpin
Texaco. Apa saja yang dilakukan orang ini dalam masa itu yang di
Indonesia dikenal sebagai masa yang paling krusial.
Pease mendapatkan data jika pada Maret 1965, Augustus C.Long terpilih
sebagai Direktur Chemical Bank, salah satu perusahaan Rockefeller.
Augustus 1965, Long diangkat menjadi anggota dewan penasehat intelejen
kepresidenan AS untuk masalah luar negeri. Badan ini memiliki pengaruh
sangat besar untuk menentukan operasi rahasia AS di Negara-negara
tertentu. Long diyakini salah satu tokoh yang merancang kudeta terhadap
Soekarno, yang dilakukan AS dengan menggerakkan sejumlah perwira
Angkatan Darat yang disebutnya sebagai Our Local Army Friend.
Salah satu bukti sebuah telegram rahasia Cinpac 342, 21 Januari 1965,
pukul 21.48, yang menyatakan jika kelompok Jendral Suharto akan
mendesak angkatan darat agar mengambil-alih kekuasaan tanpa menunggu
Soekarno berhalangan. Mantan pejabat CIA Ralph Mc Gehee juga pernah
bersaksi jika hal itu benar adanya.
Awal November 1965, satu bulan setelah tragedi terbunuhnya sejumlah
perwira loyalis Soekarno, Forbes Wilson mendapat telpon dari Ketua Dewan
Direktur Freeport, Langbourne Williams, yang menanyakan apakah Freeport
sudah siap mengekplorasi gunung emas di Irian Barat. Wilson jelas
kaget. Ketika itu Soekarno masih sah sebagai presiden Indonesia bahkan
hingga 1967, lalu darimana Williams yakin gunung emas di Irian Barat
akan jatuh ke tangan Freeport?
Lisa Pease mendapatkan jawabannya. Para petinggi Freeport ternyata
sudah mempunyai kontak dengan tokoh penting di dalam lingkaran elit
Indonesia. Mereka adalah Menteri Pertambangan dan Perminyakan Ibnu
Soetowo dan Julius Tahija. Orang yang terakhir ini berperan sebagai
penghubung antara Ibnu Soetowo dengan Freeport. Ibnu Soetowo sendiri
sangat berpengaruh di dalam angkatan darat karena dialah yang menutup
seluruh anggaran operasional mereka.
Sebab itulah, ketika UU no 1/1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA)
yang draftnya dirancang di Jenewa-Swiss yang didektekan Rockefeller,
disahkan tahun 1967, maka perusahaan asing pertama yang kontraknya
ditandatangani Jenderal fasis Suharto adalah Freeport!.
Inilah kali pertama kontrak pertambangan yang baru dibuat. Jika di
zaman Soekarno kontrak-kontrak dengan perusahaan asing selalu
menguntungkan Indonesia, maka sejak Suharto berkuasa, kontrak-kontrak
seperti itu malah merugikan Indonesia.
Untuk membangun konstruksi pertambangan emasnya itu, Freeport
mengandeng Bechtel, perusahaan AS yang banyak mempekerjakan pentolan
CIA. Direktur CIA John McCone memiliki saham di Bechtel, sedangkan
mantan Direktur CIA Richards Helms bekerja sebagai konsultan
internasional di tahun 1978.
Tahun 1980, Freeport menggandeng McMoran milik “Jim Bob” Moffet dan
menjadi perusahaan raksasa dunia dengan laba lebih dari 1,5 miliar
dollar AS pertahun.
Tahun 1996, seorang eksekutif Freeport-McMoran, George A.Maley, menulis sebuah buku berjudul “Grasberg”
setelab 384 halaman dan memaparkan jika tambang emas di Irian Barat itu
memiliki deposit terbesar di dunia, sedangkan untuk bijih tembaganya
menempati urutan ketiga terbesar didunia.
Maley menulis, data tahun 1995 menunjukkan jika di areal ini
tersimpan cadangan bijih tembaga sebesar 40,3 miliar dollar AS dan masih
akan menguntungkan 45 tahun ke depan. Ironisnya, Maley dengan bangga
juga menulis jika biaya produksi tambang emas dan tembaga terbesar di
dunia yang ada di Irian Barat itu merupakan yang termurah di dunia!!
Istilah Kota Tembagapura itu sebenarnya menyesatkan dan salah. Seharusnya EMASPURA.
Karena gunung tersebut memang gunung emas, walau juga mengandung
tembaga. Karena kandungan emas dan tembaga terserak di permukaan tanah,
maka Freeport tinggal memungutinya dan kemudian baru menggalinya dengan
sangat mudah. Freeport sama sekali tidak mau kehilangan emasnya itu dan
membangun pipa-pipa raksasa dan kuat dari Grasberg-Tembagapura sepanjang
100 kilometer langsung menuju ke Laut Arafuru dimana telah menunggu
kapal-kapal besar yang akan mengangkut emas dan tembaga itu ke Amerika.
Ini sungguh-sungguh perampokan dan perampasan besar-besaran yang
direstui oleh pemerintah rezim boneka Indonesia sampai sekarang!!!
Kesaksian seorang reporter CNN yang diizinkan meliput areal tambang
emas Freeport dari udara. Dengan helikopter ia meliput gunung emas
tersebut yang ditahun 1990-an sudah berubah menjadi lembah yang dalam.
Semua emas, perak, dan tembaga yang ada digunung tersebut telah dibawa
kabur ke Amerika, meninggalkan limbah beracun yang mencemari
sungai-sungai dan tanah-tanah rakyat Papua yang sampai detik ini masih
saja hidup bagai di zaman batu. Ironis….!!!
Perusakan Lingkungan
Sumbangan Freeport terhadap bangkrutnya kondisi alam dan lingkungan
juga tidak kalah besar. Menurut perhitungan pada tahun 2001, total
limbah batuan yang dihasilkan PT. Freeport Indonesia mencapai 1.4 milyar
ton. Masih ditambah lagi, buangan tailing ke sungai Ajkwa sebesar 536
juta ton. Total limbah batuan dan tailing PT Freeport mencapai hampir 2
milyar ton lebih.
Prediksi buangan tailing dan limbah batuan hasil pengerukan cadangan
terbukti hingga 10 tahun ke depan adalah 2.7 milyar ton. Sehingga untuk
keseluruhan produksi di wilayah cadangan terbukti, PT FI akan membuang
lebih dari 5 milyar ton limbah batuan dan tailing. Untuk menghasilkan 1
gram emas di Grasberg, yang merupakan wilayah paling produktif,
dihasilkan kurang lebih 1.73 ton limbah batuan dan 650 kg tailing. Bisa
dibayangkan jika Grasberg mampu menghasilkan 234 kg emas setiap hari
maka akan dihasilkan kurang lebih 15 ribu ton tailing perhari, yang jika
dihitung dalam waktu satu tahun mencapai lebih dari 55 juta ton tailing
dari satu lokasi saja.
Kemana Freeport membuang limbah batuan? Limbah batuan akan disimpan
pada ketinggian 4200 m di sekitar grassberg. Total ketinggian limbah
batuan akan mencapai lebih dari 200 meter pada tahun 2025. Sementara
limbah tailing secara sengaja dan terbuka akan dibuang ke Sungai Ajkwa
yang dengan tegas disebutkan sebagai wilayah penempatan tailing sebelum
mengalir ke laut Arafura.
Berdasarkan analisis citra LANDSAT TM tahun 2002 yang dilakukan,
tailing Freeport tersebar seluas 35,000 ha lebih di DAS Ajkwa. Tailing
masih menyebar seluas 85,000 hektar di wilayah muara laut, yang jika
keduanya dijumlahkan setara dengan Jabodetabek. Total sebaran tailing
bahkan lebih luas dari pada luas area Blok A (Grasberg) yang saat ini
sedang berproduksi. Peningkatan produksi selama 5 tahun hingga 250,000
ton bijih perhari dapat diduga memperluas sebaran tailing baik di sungai
maupun muara sungai.
Biaya yang dikeluarkan Freeport untuk mengatasi persoalan lingkungan
berkisar antara 60 – 70 juta dollar per tahunnya mulai dari tahun 2002.
Total biaya yang telah dikeluarkan Freeport selama 3 tahun untuk urusan
lingkungan sekitar 139 juta dollar atau setara dengan 6 kali lipat
anggaran Kementerian Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia.
Freeport tidak lagi menyebutkan Ajkwa sebagai sungai, tetapi sebagai
wilayah tempatan tailing yang ‘disetujui’ oleh Pemerintah Republik
Indonesia. Freeport bahkan menyebutkan Sungai Ajkwa sebagai sarana
transportasi dan pengolahan tailing hal mana sebetulnya bertentangan
dengan hukum di Indonesia.
Freeport dan Alat Pemaksa Negara (TNI/Polri)
Di dalam laporan resmi tahunannya, Freeport Mc Moran menuliskan bahwa
dirinya membiayai dukungan uang sejumlah 6.9 juta dollar pada tahun
2004, lalu 5.9 juta dollar tahun 2003 dan 5.6 juta dollar tahun 2002
kepada pihak keamanan resmi pemerintah boneka Indonesia (TNI).
Pernyataan Freeport McMoran dalam membiayai alat pemaksa negara (TNI)
bukan hanya dilaporkan pada tahun 2005. Hampir setiap tahun, Freeport
McMoran selalu melaporkan bahwa dirinya membiayai anjing-anjing penjaga
modal ini (TNI-red) untuk melindungi keamanan.
”The Grasberg mine has been designated by the Government
of Indonesia as one of Indonesia’s vital national assets. This
designation results in the military’s playing a significant role in
protecting the area of our operations. The Government of Indonesia is
responsible for employing police and military personnel and directing
their operations….”
Diterangkan pula dalam laporan tahunan kepada pemegang saham (Form
10-K), bahwa sesuai dengan kontrak karya, Pemerintah Indonesia wajib
melindungi operasi PT Freeport yang merupakan objek vital. Karena alasan
minimnya dana pemerintah untuk membiayai personil, PT Freeport
menyediakan fasilitas kepada aparat negara (Klas kapitalis birokrat)
untuk melindungi operasi, fasilitas, dan personil PT. Freeport
Indonesia. Berikut kutipan laporan tersebut.
“From the outset of PT Freeport Indonesia’s operations,
the government has looked to PT Freeport Indonesia to provide logistical
and infrastructure support and assistance for these necessary services
because of the limited resources of the Indonesian government and the
remote location of and lack of development in Papua. PT Freeport
Indonesia’s financial support for the Indonesian government security
institutions assigned to the operations area represents a prudent
response to its requirements to protect its workforce and property,
better ensuring that personnel are properly fed and lodged, and have the
logistical resources to patrol PT Freeport Indonesia’s roads and secure
its operating area. In addition, provision of such support and
oversight is consistent with PT Freeport Indonesia’s obligations under
the Contract of Work, reflects our philosophy of responsible corporate
citizenship, and is in keeping with our commitment to pursue practices
that will promote human rights, which include our endorsement of the
joint U.S. State Department-British Foreign Office Voluntary Principles
on Human Rights and Security.”
Pertanyaan yang muncul adalah, apakah alak pemaksa negara (TNI)
berhak menerima uang dari perusahaan yang secara jelas disebutkan untuk
menjaga keamanan perusahaan? Kedua, apakah tindakan memberi uang kepada
alat negara secara langsung adalah tindakan yang benar secara hukum?
Ketiga, apakah ini adalah bukti bahwa alat pemaksa negara (TNI) di
Timika dan Papua bekerja untuk melindungi kepentingan PT Freeport
Indonesia? Keempat, apakah ini adalah bukti keterlibatan Freeport dalam
memicu terjadinya pelanggaran HAM berat di wilayah Papua seperti yang
sudah terjadi selama puluhan tahun sejak Freeport mendaratkan cakarnya
di Tembagapura tahun 1967, yang dilegitimasi oleh UU PMA no 1 tahun 1967
diera pemerintahan rezim fasis militeristik Soeharto sebelum proses
Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) 1969 dilakukan? Masuknya Freeport di
Papua sejak tahun 1967 jelas memperlihatkan keterlibatan Imperialis
Amerika yang sejak akhir perang dunia II telah muncul sebagai negara
Imperialis nomor 1 (satu) di dunia.
Apa yang didapat rakyat Papua?
Meski di tanah leluhurnya terdapat tambang emas terbesar di dunia,
orang Papua khususnya mereka yang tinggal di Mimika, Paniai, dan Puncak
Jaya pada tahun 2004 hanya mendapat ranking Indeks Pembangunan Manusia
ke 212 dari 300 an lebih kabupaten di Indonesia. Hampir
70 % penduduknya tidak mendapatkan akses terhadap air yang aman, dan
35.2% penduduknya tidak memiliki akses terhadap fasilitas kesehatan.
Selain itu lebih dari 25% balita juga tetap memiliki potensi kurang
gizi.
Jumlah orang miskin di kabupaten tiga kabupaten tersebut mencapai
lebih dari 50 % total penduduk. Artinya, pemerataan kesejahteraan tidak
terjadi. Meskipun pengangguran terbuka rendah, tetapi secara keseluruhan
pendapatan masyarakat setempat mengalami kesenjangan. Boleh jadi
kesenjangan yang muncul antara para pendatang dan penduduk asli Papua
yang tidak mampu bersaing di tanahnya sendiri. Boleh jadi pula, angka
prosentase yang menunjukkan kemiskinan seperti akses terhadap air
bersih, kurang gizi, akses terhadap sarana kesehatan mengandung bias
rasisme. Artinya, kemiskinan dihadapi oleh penduduk asli dan bukan
pendatang.Dan perang suku antara suku-suku asli pemilik hak ulayat yang
nampak akhir-akhir ini akan tetap dipelihara untuk membutakan mata
rakyat Papua akan hak-hak dasarnya dan siapa musuh sebenarnya rakyat
Papua, yang sejatinya ditindas dan dihisap oleh Freeport perusahaan
pertambangan (emas dan tembaga, dll) milik Imperialis Amerika.
Sangat ironis sekali kenyataan yang didapatkan rakyat Papua selain
kemiskinan yang merajalela, rakyat Papua merupakan santapan siap saji
yang seenaknya bisa di lahap oleh anjing-anjing penjaga modal (TNI/Polri)
yang di biayai khusus untuk melindungi Freeport dari perlawanan sejati
rakyat Papua akan hak-hak dasarnya sebagai pemilik hak ulayat dimana
Freeport beroperasi.
Dari ulasan ini, terlihat jelas bagaimana Imperialis Amerika sangat
diuntungkan, dari ekploitasi yang dilakukan Freeport Mc Moran di Tanah
Papua, juga memainkan peran strategis dalam proses aneksasi Papua oleh
Indonesia. Rakyat Papua sejatinya hidup dibawah penghisapan yang lebih
kejam. Maka jalan satu-satunya adalah memajukan perjuangan rakyat Papua
dari sekedar perjuangan untuk Pembebasan Nasional menjadi sebuah
perjuangan yang bersifat Revolusioner untuk menghancurkan sistem yang sudah lapuk dan sekarat ini dengan meletakan garis perjuangan yang Demokratis dan Anti Imperialisme serta adanya kepemimpinan organisasi yang revolusioner pula.(tb*)
Sekian…!!!
Sumber : www.kkdrpapua.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar