Pages

Pages

Senin, 30 Desember 2013

Mari Menembus Batas, Merajut Noken Kehidupan

Noken di Papua adalah bukan tas. Noken adalah Noken Kehidupan
 Papua. Dan Noken disahkan UNESCO sebagai Warisan 
Budaya Takbenda, walau wujud Noken adalah benda. Foto:Ist.
Bandung, MAJALAH SELANGKAH -- Ajakan untuk menembus batas-batas yang dibuat dan terbentuk, dan merajut noken kehidupan bagi orang Papua yang bolong-bolong ini  disampaikan Titus Pekey, sang penggagas noken Papua hingga menjadi warisan budaya dunia, disahkan oleh UNESCO sebagai warisan budaya dunia  takbenda.

Sang penggagas noken sebagai warisan dunia ini menyampaikan materi dengan judul, Merajut Noken, Menembus Batas, dalam acara natal bersama Pelajar dan Mahasiswa Nabire, Paniai, Dogiyai dan Deiyai seluruh Jawa dan bali (IPMANAPANDODE Jawa-bali) di Bandung, Minggu (29/12/13).

"Noken tidak sama dengan tas. Noken dan tas berbeda. Ada ilmu noken. Noken itu bermakna. Noken, oleh UNESCO disahkan sebagai warisan budaya tak benda. Noken adalah berwujud benda, tetapi semangat, filosofi dan maknanya hidup. Di Papua, noken dipandang sebagai seni merajut kehidupan. Kehidupan bersama sebagai bangsa, sebagaimana noken dikenal seluruh elemen rakyat Papua," papar Titus Pekey.

Menurutnya, seni merajut noken memiliki nilai filosofis sendiri.

"Setiap orang Papua mesti melihat Papua dari sudut pandang noken," ajak Pekey, penulis buku Manusia Mee di Papua, Cermin Noken Papua, dan Gus Dur Guru Bangsa Papua ini.

Menurutnya, benang-benang yang terputus-putus, yang sepotong-potong itu, mampu dirajut menjadi sebuah noken kehidupan, yang memberi harapan untuk hidup kepada siapa saja yang menggunakannya.

"Papua secara keseluruhan adalah noken. Noken itu bolong ketika tahun 1965, ketika UU Penanaman Modal Asing ditandatangani, dan PT. Freeport Masuk. Noken bolong dan dibolong setelahnya, sampai saat ini terus dibolong. Makanya hidup orang Papua kacau. Sekarang noken Papua banyak bolong. Makanya hidup rakyat juga banyak kacaunya," kata Pekey, ketua Ekologi Papua ini menjelaskan.
 
Ia berpandangan, noken kehidupan papua ini marus dirajut dan menjadi utuh. Dan itu artinya, semua manusia Papua menyadari dirinya, siapa dirinya, sehingga dia merasa menjadi potongan-potongan benang dari kulit kayu, yang siap dipilin menjadi satu tali, guna menjadikan sebuah noken kehidupan yang utuh, memberi harapan. 
 
"Noken mengajari kita untuk bersatu. Papua harus bersatu. Lihat gali, dan temukan nilai-nilai filosofis dari noken. Noken ada di seluruh Papua. Mestinya nilai filosofis pembuatan noken mampu menyadarkan manusia Papua untuk bersatu," katanya lagi.
 
Menurut alumnus pascasarjana Hukum Lingkungan Universitas Indonesia ini, pandangan bersama dalam konteks orang Papua harus sama, yakni Papua (manusia dan alamnya) dilindungi oleh noken kehidupan Papua.

"Tugas kita bersama adalah merajut kembali noken yang sedang dibuat bolong ini. Kita orang Papua jangan justru jadi pembolong noken kehidupan Papua juga. Tapi mari, kita yang jadi berani untuk menembus batasan-batasan yang dibuat dan terbentuk, yang ada di Papua itu, untuk  perajut noken kehidupan Papua agar kembali untuh, dan menjadi noken kehidupan, kehidupan bangsa," kata Pekey lagi.(Topilus B. Tebai/MS)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar