Noken di Papua adalah bukan tas. Noken adalah Noken Kehidupan
Papua. Dan Noken disahkan UNESCO sebagai Warisan
Budaya Takbenda, walau
wujud Noken adalah benda. Foto:Ist.
|
Bandung, MAJALAH SELANGKAH -- Ajakan
untuk
menembus batas-batas yang dibuat dan terbentuk, dan merajut noken
kehidupan bagi orang Papua yang bolong-bolong ini disampaikan Titus
Pekey, sang
penggagas noken Papua hingga menjadi warisan budaya dunia, disahkan oleh
UNESCO
sebagai warisan budaya dunia takbenda.
Sang
penggagas noken sebagai warisan dunia ini menyampaikan materi dengan judul, Merajut Noken, Menembus Batas, dalam acara natal bersama Pelajar
dan Mahasiswa Nabire, Paniai, Dogiyai dan Deiyai seluruh Jawa dan bali
(IPMANAPANDODE Jawa-bali) di Bandung, Minggu (29/12/13).
"Noken
tidak sama dengan tas. Noken dan tas berbeda. Ada ilmu noken. Noken itu
bermakna. Noken, oleh UNESCO disahkan sebagai warisan budaya tak benda. Noken
adalah berwujud benda, tetapi semangat, filosofi dan maknanya hidup. Di Papua,
noken dipandang sebagai seni merajut kehidupan. Kehidupan bersama sebagai
bangsa, sebagaimana noken dikenal seluruh elemen rakyat Papua," papar Titus
Pekey.
Menurutnya,
seni merajut noken memiliki nilai filosofis sendiri.
"Setiap orang Papua mesti melihat Papua dari
sudut pandang noken," ajak Pekey, penulis buku Manusia Mee di Papua, Cermin Noken Papua, dan Gus Dur Guru Bangsa Papua ini.
Menurutnya,
benang-benang yang terputus-putus, yang sepotong-potong itu, mampu dirajut
menjadi sebuah noken kehidupan, yang memberi harapan untuk hidup kepada siapa
saja yang menggunakannya.
"Papua
secara keseluruhan adalah noken. Noken itu bolong ketika tahun 1965, ketika UU
Penanaman Modal Asing ditandatangani, dan PT. Freeport Masuk. Noken bolong dan
dibolong setelahnya, sampai saat ini terus dibolong. Makanya hidup orang Papua kacau.
Sekarang noken Papua banyak bolong. Makanya hidup rakyat juga banyak kacaunya," kata Pekey, ketua Ekologi Papua ini menjelaskan.
Ia
berpandangan, noken kehidupan papua ini marus dirajut dan menjadi utuh.
Dan itu artinya, semua manusia Papua menyadari dirinya, siapa dirinya,
sehingga dia merasa menjadi potongan-potongan benang dari kulit kayu,
yang siap dipilin menjadi satu tali, guna menjadikan sebuah noken
kehidupan yang utuh, memberi harapan.
"Noken
mengajari kita untuk bersatu. Papua harus bersatu. Lihat gali, dan
temukan nilai-nilai filosofis dari noken. Noken ada di seluruh Papua.
Mestinya nilai filosofis pembuatan noken mampu menyadarkan manusia Papua
untuk bersatu," katanya lagi.
Menurut
alumnus pascasarjana Hukum Lingkungan Universitas Indonesia ini, pandangan
bersama dalam konteks orang Papua harus sama, yakni Papua (manusia dan alamnya)
dilindungi oleh noken kehidupan Papua.
"Tugas
kita
bersama adalah merajut kembali noken yang sedang dibuat bolong ini.
Kita
orang Papua jangan justru jadi pembolong noken kehidupan Papua juga.
Tapi mari,
kita yang jadi berani untuk menembus batasan-batasan yang dibuat dan
terbentuk, yang ada di Papua itu, untuk perajut noken kehidupan Papua
agar kembali untuh, dan menjadi
noken kehidupan, kehidupan bangsa," kata Pekey lagi.(Topilus
B. Tebai/MS)
Sumber : www.majalahselangkah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar