lustrasi. SumberL Umaginews.com. |
SOLIDARITAS
KORBAN PELANGGARAN HAM PAPUA
(SKP
HAM- PAPUA), yang terdiri dari BUK, Garda-Papua, KontraS Papua, Elsham Papua,
GMKI Cabang Kota Jayapura, NAPAS, AMPTPI, dan Parjal
Sejarah
kelam Hak Asasi Manusia (HAM) di Papua banyak menelan korban jiwa dan tidak
menjadi catatan penting oleh Negara/Pemerintah untuk merubah semua kebijakan
dalam menegakkan HAM. Justru kebijakan penghilangan nyawa dan melakukan
tindakan sewenang-wenang menjadi solusi dalam menjawab semua aspirasi keadilan.
Label
separatis, Gerakan Pengacau Keamanan (GPK), Kelompok sipil bersenjata (KSB)
menjadi pembenaran oleh Negara untuk melakukan tindakan represif dan tidak
menghargai hukum dan Hak Asasi Manusia. Separatis adalah kata kunci yang
digunakan oleh Militer (TNI/POLRI) untuk membungkam bahkan menghilangkan nyawa
manusia di tanah Papua.
Perubahan
politik yang terjadi di Indonesia dengan berbagai konsekuensinya belum dapat
dipahami oleh penguasa dan lebih khusus aparat Kepolisian yang bertugas di
Papua, sebagai sesuatu yang natural. Masyarakat Papua dalam memperjuangkan
hak-haknya wujud dari demokrasi.
Kebebasan
berekpresi (Freedom of expression) yang selayaknya berjalan secara alamiah
tidak seharusnya tekanan yang begitu kuat dari aparat TNI dan Polri hingga
mengakibatkan pola pendekatan terhadap masyarakat menjadi refresif.
Situasi
ini teruang kembali di akhir tahun 2013 ini, seperti yang sudah terjadi pada 6
November 2013, bertempat Kantor MRP.
Demo
damai Gerakan Mahasiswa, Pemuda dan Rakyat Papua (GEMPAR), di kantor Majelis
Rakyat Papua (MRP). Inti dari aksi demo Gempar adalah Menolak Otsus plus yang
bergulir di Papua. Dalam perjalananya 15 Mahasiswa ditangkap. Pada 11 November
2013, 4 orang Mahasiswa dari 16 yang ditangkap menjadikan tersangka.
Pada
25 November 2013, pukul 13;30 WP bertempat di Kampus Uncen bawa 16 aktivis KNPB
yang hendak membagi selebaran ditangkap dan sita sejumlah selebaran oleh
Kapolresta Jayapura.
Rencana
aksi pada 26 November 2013, dengan titik aksi di Taman Imbi Jayapura, sebab di
depan Taman Budaya Expo Waena hanya sebagai titik kumpul untuk persian ke Taman
Imbi Jayapura.
Karena
awalnya aparat Kepolisian baik yang organik maupun non organik lengkap dengan
senjata api serta sejumlah peralatan seperti 2 unit Mobil Watercanont, 10 Unit
Truk Dalmas menempati di halaman kantor Taman Budaya Expo Waena dan Perumnas
III Waena situasi siaga satu oleh kukuatan aparat Kepolisian yang terkesan
dalam situasi perang antar negara.
Sesuai
fakta di lapangan, massa KNPB tidak melakukan demo di Expo Waena, karena
rencana aksi adalah di Taman Imbi Jayapura.
Kekuatan
aparat Kepolisian yang sangat represif dan memancing massa yang hendak menuju
ke Lampu Merah Waena untuk persiapan ke Abepura-Jayapura. Sampai di depan
Supermarket Mega Waena terjadilah rusuh dan warga lain yang tidak tahu masalah
jadi korban baik fisik dan nonfisik. (9 orang korban luka-luka dilarikan ke
Rumah Sakit Dian Harapan Waena), 1 orang dilarikan ke Rumah Sakit Bhayangkara
Jayapura.
Sebanyak
28 orang ditangkap sewenang-wenang dan disiksa dibawa ke Polresta Jayapura.
Tindakan
aparat Kepolisian di lapangan:
Kriminalisasi
hukum dan Ruang Demokrasi di Papua ditutup. Massa pendemo belum melakukan aksi,
aparat kepolisian lebih dulu menguasai sejumlah titik: Abepura, Perumnas III
Waena, Taman Budaya Expo Waena dan sejumlah tempat. Represif Aparat Kepolisian
dilengkapi dengan senjata api, 2 unit mobil Watercanon, 10 unit Truck Dalmas.
Penangkapan dan penyiksaan sewenang-wenang, terhadap 28 orang pendemo.
Penggerebekan
dan pengrusakan Rumah Warga (Andro Pahabol, salah satu anggota DPRD Kabupaten
Yahukimo). Penangkapan sewenang-wenang terhadap 16 anggota KNPB pada saat
pembagian selebaran.
Teror,
intimidasi dan pengambilan memori kamera terhadap sejumlah Wartawan dan aktivis
yang hendak meliput di lapangan. Setelah terjadi rusuh situasi dan aktivitas di
Expo Waena tegang. KNPB dan aktivis lainya diteror, intimidasi dan masuk dalam
DPO karena dianggap melakukan kriminal.
Atas
nama negara hukum dan demokrasi nilai-nilai Kemanusiaan di Papua dimatikan.
Saatnya aparat Kepolisian bekerja sesuai tugas dan fungsi untuk menjaga
keamanan, jika tidak dunia sedang memantau situasi refresif aparat Kepolisian
di Papua.
Kami
juga menghimbau kepada:
1.
Semua
komponen pro demokrasi di Papua (NGO, Pemuda, Perempuan, Mahasiswa) untuk
bersatu dalam konsolidasi bersama untuk mengusut semua kasus-kasus pelanggaran
Hak Asasi Manusia di Tanah Papua.
2.
Tokoh-tokoh
Agama untuk memberikan seruan Perdamaian dan terlibat aktif dalam memfasilitasi
segala konflik yang terjadi di Tanah Papua.
3.
Seluruh
Gerakan Solidaritas di Indonesia dan internasional untuk terlibat aktif dalam
menyelesaikan semua persoalan HAM di Tanah Papua.
Dengan demikian, yang menjadi sikap
kami untuk menyikapi situasi saat ini sebagai berikut:
1.
Komnas
HAM RI segera membentuk Tim untuk investigasi secara menyeluruh terhadap
matinya Demokrasi di Papua.
2.
Kapolda
Papua dan Kapolresta Jayapura, segera membuka ruang demokrasi di Papua dan stop
mengkriminalisasi hukum dan demokrasi di Tanah Papua.
3.
Mendesak
kepada Gubernur Papua, DPRP dan MRP segera membuka ruang Dialog antar
Kepolisian dan semua komponen Masyarakat Papua.
4. Hentikan segala kriminalisasi terhadap
aktivis pro demokratisasi.
5. Hentikan semua konflik horisontal antar
sesama rakyat sipil yang berimbas pada konflik Suku, Agama dan Ras (SARA).
Jayapura,
4 Desember 2013
Solidaritas
Korban Pelanggaran HAM Papua (SKP HAM PAPUA)
Peneas
Lokbere
Koordinator
Umum
Sumber : www.majalahselangkah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar