Victor Hiller Tsenawatme |
Oleh : Victor Hiller Tsenawatme
PEMDA MIMIKA DAN PT. FREEPORT INDONESIA HARUS MEMPERHATIKAN
NASIB MASYARAKAT AMUNGME YANG BERMUKIMAN DI PINGGIRAN KANTOR LEMASA MILE
32 TIMIKA
Suku Amungme adalah bagian dari suku bangsa di Papua yang mendiami
beberapa lembah di kabupaten Mimika dan dataran tinggi Mimika seperti di
Tsinga, Hoeya, Noema, Bella, Alama, Aroanop, dan Waa. Serta dataran
rendah di daerah Agimuga. Masyarakat suku Amungme yang berasal dari
dataran tinggi (Nemangkawi) telah menetap di kota Timika dan sekitarnya
karena proses permukiman oleh PT. Freeport Indonesia (PTFI), selain
larangan membuka perkampungan di dekat lokasi penambangan menyebabkan
mereka bertransmigrasi ke kota Timika sebagai alternatif mencari
pekerjaan
Penduduk Amungme telah mendapatkan fasilitas perumahan dari PTFI.
Namun, fasilitas perumahan yang dibangun oleh PTFI melalui pengucuran
dana 1% atau PWT2 telah dibakar dan dihancurkan secara total tak ada
sedikit kompos yang tertinggal. Hal tersebut dilakukan oleh oknum
tertentu pasca perang suku tahun 2006. Masyarakat Amungme yang menjadi
korban perang suku meminta agar bupati Kabupaten Mimika segera membangun
tempat tinggal (rumah) mereka yang dibakar massa dalam kerusuhan
tersebut.
Konflik yang terjadi di Kota Mimika, distrik Kwamki Narama, Jalur IV,
tahun 2006 silam, menyebabkan 32 rumah dilahap si jago merah. Sejumlah
kendaraan bermotor serta perumahan-perumahan yang dibangun oleh
PT.Freeport dan Perumahan seorang perintis atau Guru Besar yang terkenal
, yaitu Moses Kilangin terbakar habis tanpa keping-keping dimakan jagoan merah (api).
Lebih dari 28 warga hingga kini masih mengungsi di sejumlah kamp
pengungsian di Mile 32 LEMASA dan sebagian dari mereka masih
numpang-numpang di rumah kerabat terdekat di kota Timika hingga saat
ini.
Sebagai pemilik hak teritori atau sebagai anak Amungsa, saya merasa
terasing di tanah sendiri. Arus pendatang ke Mimika dengan segala
kepentingannya membuat masyarakat Mimika khususnya masyarakat Amungme
merasa tak ada lagi perhatian dari Pemerintahan Kabupaten Mimika dan
PT.Freeport Indonesia. Kami hanya bisa pasrah meratapi nasib tanpa ada
upaya untuk bangkit kembali meraih masa keemasan yang pernah ada di
Jalur IV Distrik Kwamki Lama saat itu namanya dan kemudian diuba menjadi
Distrik Kwamki Narama, Mimika, Papua. Tak kuat menahan kepedihan,
sambil berharap hari esok mungkin lebih baik.
Berbagai upaya sudah dilakukan oleh Bapak Guru Benny Tsenawatme
bersama sekelompok toko agama dan pemuda untuk membuka telinga dan mata
para elit anak daerah di Kabupaten Mimika. Tetapi tidak ada tanggapan
sekali pun yang melegahkan hati, dan setiap perubahan demi perubahan
dalam menanggapi persoalan kami tidak ada lagi system kontrol yang
dinyatakan real semuanya hanya menjadi cerita fiksi. Sebagian besar
masyarakat masih bersembunyi di bawa atap-atap yang diikat dengan tali
rapia dan belahan tali rotan, kamp kecil tersebut yang dapat memberikan
kenyamanan sesaat dari panasnya matahari dan derasnya hujan. Oleh karena
itu, saya meminta agar Pemda. Mimika dan PT. Freeport Indonesia harus memperhatikan nasib masyarakat saya, mau dibawah kemana dan mau ditempati dimana generasi kami dan generasi anak cucu kami?
Pemerintah Kabupaten Mimika dan PT. Freeport Indonesia harus
memperhatikan puluhan masyarakat dan kepala keluarga (KK) Amungme yang
bermukiman di sekeliling kantor LEMASA Mile 32 Timika sejak tahun 2006
hingga tahun 2013 ini. Sudah cukup kami dibesarkan di tengah-tengah para
penindas, para penguasa kekuasaan ekonomi dan politik. Kami tidak ingin
ditindas terus menerus. Perlakukanlah kami sebagai layaknya seorang
manusia dan kami memintah agar Pemerintah Kabupaten Mimika dan PT.
Freeport Indonesia harus segera mengambil kebijakan untuk menyelesaikan
persoalan ini.
"Kasihan masyarakat, harus ada langkah-langkah konkrit dari
pemerintah atau pun PT. Freeport untuk menyelesaikan masalah ini, karena
kami masih trauma untuk kembali ke Kwamki Narama dan tidak akan pernah
kami kembali ke Kwamki Narama, kami lebih mencintai DAMAI dari pada KEKERASAN"
Untuk saat ini hal yang perlu diperhatikan oleh Pemda. Mimika dan PT.
Freeport adalah memberikan bantuan makan dan tempat tinggal sementara
bagi masyarakat yang bermukim di Jl. Agiumuga Mile 32, kantor LEMASA
merupakan satu kesatuan suku dan bahasa (tribe and language) yang berasal dari dataran rendah Timika (Agimuga).
Penulis adalah salah satu mahasiswa asal dari Timika, Papua, yang sedang menyelesaikan pendidikan di Kota Surabaya.
Sumber : www.swarapapua.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar