Pages

Pages

Jumat, 22 November 2013

NASIB PEMILIK HAK ULAYAT TERABAIKAN DITENGAH KOTA TEMBAGA PT. FREEPORT INDONESIA

Victor Hiller Tsenawatme
Oleh : Victor Hiller Tsenawatme

PEMDA MIMIKA DAN PT. FREEPORT INDONESIA HARUS MEMPERHATIKAN NASIB MASYARAKAT AMUNGME YANG BERMUKIMAN DI PINGGIRAN KANTOR LEMASA MILE 32 TIMIKA

Suku Amungme adalah bagian dari suku bangsa di Papua yang mendiami beberapa lembah di kabupaten Mimika dan dataran tinggi Mimika seperti di Tsinga, Hoeya, Noema, Bella, Alama, Aroanop, dan Waa. Serta dataran rendah di daerah Agimuga. Masyarakat suku Amungme yang berasal dari dataran tinggi (Nemangkawi) telah menetap di kota Timika dan sekitarnya karena proses permukiman oleh PT. Freeport Indonesia (PTFI), selain larangan membuka perkampungan di dekat lokasi penambangan menyebabkan mereka bertransmigrasi ke kota Timika sebagai alternatif mencari pekerjaan

Penduduk Amungme telah mendapatkan fasilitas perumahan dari PTFI. Namun, fasilitas perumahan yang dibangun oleh PTFI melalui pengucuran dana 1% atau PWT2 telah dibakar dan dihancurkan secara total tak ada sedikit kompos yang tertinggal. Hal tersebut dilakukan oleh oknum  tertentu pasca perang suku tahun 2006. Masyarakat Amungme yang menjadi korban perang suku meminta agar bupati Kabupaten Mimika segera membangun tempat tinggal (rumah) mereka yang dibakar massa dalam kerusuhan tersebut.

Konflik yang terjadi di Kota Mimika, distrik Kwamki Narama, Jalur IV, tahun 2006 silam,  menyebabkan 32 rumah dilahap si jago merah. Sejumlah kendaraan bermotor serta perumahan-perumahan yang dibangun oleh PT.Freeport dan Perumahan seorang perintis atau Guru Besar yang terkenal , yaitu Moses Kilangin terbakar habis tanpa keping-keping dimakan jagoan merah (api).

Lebih dari 28 warga hingga kini masih mengungsi di sejumlah kamp pengungsian di Mile 32 LEMASA dan sebagian dari mereka masih numpang-numpang di rumah kerabat terdekat di kota Timika hingga saat ini.

Sebagai pemilik hak teritori atau sebagai anak Amungsa, saya merasa terasing di tanah sendiri. Arus pendatang ke Mimika dengan segala kepentingannya membuat masyarakat Mimika khususnya masyarakat Amungme merasa tak ada lagi perhatian dari Pemerintahan Kabupaten Mimika dan PT.Freeport Indonesia. Kami hanya bisa pasrah meratapi nasib tanpa ada upaya untuk bangkit kembali meraih masa keemasan yang pernah ada di Jalur IV Distrik Kwamki Lama saat itu namanya dan kemudian diuba menjadi Distrik Kwamki Narama, Mimika, Papua. Tak kuat menahan kepedihan, sambil berharap hari esok mungkin lebih baik.

Berbagai upaya sudah dilakukan oleh Bapak Guru Benny Tsenawatme bersama sekelompok toko agama dan pemuda untuk membuka telinga dan mata para elit anak daerah di Kabupaten Mimika. Tetapi tidak ada tanggapan sekali pun yang melegahkan hati, dan setiap perubahan demi perubahan dalam menanggapi persoalan kami tidak ada lagi system kontrol yang dinyatakan real semuanya hanya menjadi cerita fiksi. Sebagian besar masyarakat masih bersembunyi di bawa atap-atap yang diikat dengan tali rapia dan belahan tali rotan, kamp kecil tersebut yang dapat memberikan kenyamanan sesaat dari panasnya matahari dan derasnya hujan. Oleh karena itu, saya meminta agar Pemda. Mimika dan PT. Freeport Indonesia harus memperhatikan nasib masyarakat saya, mau dibawah kemana dan mau ditempati dimana generasi kami dan generasi anak cucu kami?

Pemerintah Kabupaten Mimika dan PT. Freeport Indonesia harus memperhatikan puluhan masyarakat dan kepala keluarga (KK) Amungme yang bermukiman di sekeliling kantor LEMASA Mile 32 Timika sejak tahun 2006 hingga tahun 2013 ini. Sudah cukup kami dibesarkan di tengah-tengah para penindas, para penguasa kekuasaan ekonomi dan politik. Kami tidak ingin ditindas terus menerus. Perlakukanlah kami sebagai layaknya seorang manusia dan kami memintah agar Pemerintah Kabupaten Mimika dan PT. Freeport Indonesia harus segera mengambil kebijakan untuk menyelesaikan persoalan ini.

"Kasihan masyarakat, harus ada langkah-langkah konkrit dari pemerintah atau pun PT. Freeport untuk menyelesaikan masalah ini, karena kami masih trauma untuk kembali ke Kwamki Narama dan tidak akan pernah kami kembali ke Kwamki Narama, kami lebih mencintai DAMAI dari pada KEKERASAN" Untuk saat ini hal yang perlu diperhatikan oleh Pemda. Mimika dan PT. Freeport adalah memberikan bantuan makan dan tempat tinggal sementara bagi masyarakat yang bermukim di Jl. Agiumuga Mile 32, kantor LEMASA merupakan satu kesatuan suku dan bahasa (tribe and language) yang berasal dari dataran rendah Timika (Agimuga).

Penulis adalah salah satu mahasiswa asal dari Timika, Papua, yang sedang menyelesaikan pendidikan di Kota Surabaya.

Sumber :  www.swarapapua.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar