*Oleh : Desederius Hendrik Jhon Ipou
Goo
Penyelesaian konflik Papua harus
melalui apa yang rakyat
papua mau dan bukan melalui pendekatan
militeristik seperti yang sedang terjadi sementara ini di atas tanah papua.
Konflik di atas tanah papua adalah bukti
Cacat hukum PEPERA yang di lakukan pada tahun 1969 sesuai kemauan Negara
Indonesia yaitu secara MUSAWARAH tidak melalui Undang-undang Internasional yang
SATU ORANG SATU SUARA.
Pemerintah Negara Indonesia pun tidak
puas dengan tipu daya pemerinta
Indonesia di tahun 1969 saat melakukan PEPERA, pemerintan Indonesia melanjarkan
berbagai operasi di seluru tanah papua barat.
Operasi Koteka yang dilaksanakan di
Wamena pada akhir tahun 1970-an yang memaksa penduduk asli meninggalkan
nilai-nilai traditional dan mengadaptasi cara hidup modern adalah sebuah
pemaksaan tanpa tujuan yang bermuara pada penghinaan indentitas masyarakat
lokal. “Selain itu, agresi seperti kehadiran investasi ekonomi dari individu
dan modal besar seperti PT. Freeport serta penitrasi kekuatan birokrasi
kekuatan birokrasi yang dikuasai pihak pendatang semakin mempertajam rasa
teralienasi dan minoritas masyarakat Papua,”.
Tuntutan referendum yang digalang
oleh rakyat papua pada ahir-akhir ini untuk menentukan status dan masa depan
tanah papua dan perilaku heroik mereka dengan mengibatkan bendera Bintang
Kejora hampir diseluruh tanah Papua adalah bukti nyata ungkapan ketidakpuasan
rakyat Papua terhadap pemerintah Indonesia atas paksaan pemerinta Indonesia di
atas manusia dan alam bahkan tanah papua. “Namun respon Pemerintah terhadap
konflik Papua kerap menggunakan sistem operasi jalan kekerasan yang hanya
memperburuk suasana konflik antara lain Operasi Sadar (1965-1967), Operasi
Bharatayudha (1967-1969), Operasi Tumpas (1983-1984),” dan operasi-operasi
lainnya.
Papua terus dilanda konflik mulai
awal papua di paksa bergabung dengan Indonesia pada tahun 1963, hingga saat ini
dan penggunaan pendekatan keamanan selama ini terbukti tidak menyelesaikan
persoalan konflik bahkan mengakibatkan konflik di Papua kian mengakar dan
berakibat pada pelanggaran HAM yang kerap dilakukan oleh aparat keamanan di
Papua.“Sehingga untuk mewujudkan Papua tanah damai tidak diperlukan pendekatan
milteristik,”.
Konflik di atas tanah papua adalah
konflik tetang ideolog anak bangsa papua dengan pemerinta Indonesia “konfli di
tanah papua di akibatkan karena sejarah papua yang selama ini sedang di
sembunyikan oleh bangsa Indonesia Belanda dan Amerika.
Dengan melihat kesadaran sebagai
anak bangsa saya ingan mengatakan kepada bangsa Indonesia belanda lebih khusus
kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bahwa penyelesaian semua konflik yang
terjadi di seluruh tanah papua dengan jalan yang pernah di bicarakan oleh
Negara Melanesia “Vanuatu” di sidang PBB tanggal 18 september 2013 berikan Hak menentukan nasip sendiri di atas tanah
papua.
Tidak ada selusi lain bagi orang
papua yang ada hanya satu jalan bagi manusia papua yang ada atas tanah papua
adalah SELF DETERMINATION. “hak menetukan nasip sendiri bagi orang papua dan tanah papua” apakah tetap mau dengan
Indonesia atau mahu berdiri sendiri di atas tanah papua barat.
Penulis adalah Desederius Hendrik Jhon Ipou
Goo anggota aliansi
mahasiswa papua komite kota yogyakarta. “aktivis papua merdeka”
Sumber : www.suarabintangtimur.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar