Pages

Pages

Selasa, 01 Oktober 2013

Dewan Gereja Dunia desak perlindungan HAM di Papua

Ketua Persekutuan Gereja-Gereja Baptis Papua (PGBP), Socratez Yoman
Sebuah forum pembicaraan yang membahas kondisi hak asasi manusia (HAM) di Papua telah diadakan di Jenewa, Swiss, pekan lalu.

Forum menyimpulkan bahwa dialog politik adalah satu-satunya jalan menuju perdamaian dan stabilitas di Papua. Sudah bertahun-tahun hingga sekarang Papua masih dalam ketegangan antara pemerintah dan penduduk asli Papua, dimana terjadi pelanggaran HAM berat.

Forum pembicaraan difasilitasi oleh Dewan Gereja Dunia (World Council of Churches, WCC), dengan tema “Hak Asasi Manusia dan Perdamaian Papua” yang diadakan oleh International Coalition for Papua (ICP), sebuah organisasi masyarakat berbasis agama dan sipil.

Acara itu diselenggarakan pada 23-24 September 2013, selain organisasi masyarakat berbasis agama dan sipil, forum juga diikuti oleh pemimpin Gereja dari Papua, aktivis perdamaian dan pejabat PBB.

Peserta membahas berbagai aspek krisis yang terjadi di Papua, menekankan perlunya reformasi kelembagaan untuk melindungi masyarakat, hak politik, sosial ekonomi dan budaya masyarakat Papua. Mereka mencatat perlunya meningkatkan kebebasan berekspresi agar menghindari Papua menjadi semakin terisolasi dari dukungan internasional.

Pendeta Socratez Sofyan Yoman dari Persekutuan Gereja-gereja Baptis Papua menjadi pembicara kunci dalam konsultasi tersebut. Dia mengungkapkan penderitaan yang mendalam atas kekerasan negara di Papua.

“Papua menginginkan perdamaian dan selalu menghormati manusia lain sepanjang zaman,” terang Pendeta Socratez, seperti dilansir satuharapan.com.
“Sebuah perjuangan panjang akan dibutuhkan untuk mengubah kebijakan pemerintah yang telah dilaksanakan selama lima dekade terakhir,” katanya mengacu pada terjadinya kekerasan-kerasan di Papua.

Dia menambahkan bahwa menemukan solusi politik sangat diperlukan, “kesabaran dan komitmen total untuk mencapai keadilan abadi, reformasi dan kemenangan akhir”.

Mengakhiri kekerasan di Papua
Leonard Imbiri, sekretaris jenderal Dewan Adat Papua, berbagi keprihatinan atas pembungkaman aktivis HAM di Papua.

Ia menjelaskan situasi memprihatinkan di Papua. Eksploitasi sumber daya alam, kepentingan militer di wilayah itu dan perubahan demografis adalah sumber-sumber masalah di Papua.

“Pembunuhan, penyiksaan, penangkapan sewenang-wenang, pelayanan kesehatan yang buruk, prasarana pendidikan minim, angka kematian anak tinggi, tingkat penderita HIV/AIDS tinggi, perampasan tanah, dan deforestasi adalah beberapa contoh pelanggaran hak azasi manusia yang terjadi di Papua, menunjukkan ketidakmampuan pemerintah pusat,” kata Imbiri.

Program eksekutif Dewan Gereja Dunia untuk HAM dan Advokasi global, Christina Papazoglou, mengatakan Dewan Gereja Dunia akan mendukung penuh perjuangan warga Papua dan mengakhiri berlangsungnya kekerasan dan penegakkan hukum.

Dia menyoroti kebutuhan adanya dialog Jakarta – Papua sebagai sarana mengatasi akar penyebab masalah ini, yang mengarah pada perdamaian dan keadilan di Papua.

“Sangat menyedihkan dan mengkhawatirkan untuk melihat bahwa setelah bertahun-tahun, tidak ada yang benar-benar berubah,” tambah Papazoglou.

Merujuk pada pernyataan Komite Eksekutif Dewan Gereja Dunia yang dikeluarkan Februari 2012, Papazoglou mengatakan pemerintah Indonesia diminta untuk mengambil langkah yang diperlukan untuk membebaskan para tahanan politik, dengan damai mencabut larangan perkumpulan rakyat Papua dan demiliterisasi di Papua.

“Komite Eksekutif Dewan Gereja Dunia mendesak pemerintah Indonesia untuk melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk masuk ke dalam dialog dengan masyarakat adat Papua dan mengambil langkah-langkah yang memadai untuk melindungi hak-hak mereka,” kata dia.

Selanjutnya pada 25 September 2013 permasalahan HAM di Papua ini sekaligus dibahas dalam forum internasional “HAM dan Masyarakat Adat di Asia: Kasus di Papua Indonesia” yang diselenggarakan secara bersama oleh Komisi HAM Asia, Komisi Dewan Gereja Dunia Urusan Internasional, Franciscans International, Geneva for Human Rights, the International Coalition for Papua (ICP), Tapol and the World Organisation against Torture (Tapol dan Organisasi Dunia menentang Penyiksaan). Forum ini berlangsung di Dewan HAM PBB di Jenewa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar