Ketua Persekutuan Gereja-Gereja Baptis Papua (PGBP), Socratez Yoman |
Sebuah forum pembicaraan yang membahas kondisi hak asasi manusia (HAM) di Papua telah diadakan di Jenewa, Swiss, pekan lalu.
Forum menyimpulkan bahwa dialog politik adalah satu-satunya jalan
menuju perdamaian dan stabilitas di Papua. Sudah bertahun-tahun hingga
sekarang Papua masih dalam ketegangan antara pemerintah dan penduduk
asli Papua, dimana terjadi pelanggaran HAM berat.
Forum pembicaraan difasilitasi oleh Dewan Gereja Dunia (World Council of Churches, WCC), dengan tema “Hak Asasi Manusia dan Perdamaian Papua” yang diadakan oleh International Coalition for Papua (ICP), sebuah organisasi masyarakat berbasis agama dan sipil.
Acara itu diselenggarakan pada 23-24 September 2013, selain
organisasi masyarakat berbasis agama dan sipil, forum juga diikuti oleh
pemimpin Gereja dari Papua, aktivis perdamaian dan pejabat PBB.
Peserta membahas berbagai aspek krisis yang terjadi di Papua,
menekankan perlunya reformasi kelembagaan untuk melindungi masyarakat,
hak politik, sosial ekonomi dan budaya masyarakat Papua. Mereka mencatat
perlunya meningkatkan kebebasan berekspresi agar menghindari Papua
menjadi semakin terisolasi dari dukungan internasional.
Pendeta Socratez Sofyan Yoman dari Persekutuan Gereja-gereja Baptis
Papua menjadi pembicara kunci dalam konsultasi tersebut. Dia
mengungkapkan penderitaan yang mendalam atas kekerasan negara di Papua.
“Papua menginginkan perdamaian dan selalu menghormati manusia lain
sepanjang zaman,” terang Pendeta Socratez, seperti dilansir
satuharapan.com.
“Sebuah perjuangan panjang akan dibutuhkan untuk mengubah kebijakan
pemerintah yang telah dilaksanakan selama lima dekade terakhir,” katanya
mengacu pada terjadinya kekerasan-kerasan di Papua.
Dia menambahkan bahwa menemukan solusi politik sangat diperlukan,
“kesabaran dan komitmen total untuk mencapai keadilan abadi, reformasi
dan kemenangan akhir”.
Mengakhiri kekerasan di Papua
Leonard Imbiri, sekretaris jenderal Dewan Adat Papua, berbagi keprihatinan atas pembungkaman aktivis HAM di Papua.
Ia menjelaskan situasi memprihatinkan di Papua. Eksploitasi sumber
daya alam, kepentingan militer di wilayah itu dan perubahan demografis
adalah sumber-sumber masalah di Papua.
“Pembunuhan, penyiksaan, penangkapan sewenang-wenang, pelayanan
kesehatan yang buruk, prasarana pendidikan minim, angka kematian anak
tinggi, tingkat penderita HIV/AIDS tinggi, perampasan tanah, dan
deforestasi adalah beberapa contoh pelanggaran hak azasi manusia yang
terjadi di Papua, menunjukkan ketidakmampuan pemerintah pusat,” kata
Imbiri.
Program eksekutif Dewan Gereja Dunia untuk HAM dan Advokasi global,
Christina Papazoglou, mengatakan Dewan Gereja Dunia akan mendukung penuh
perjuangan warga Papua dan mengakhiri berlangsungnya kekerasan dan
penegakkan hukum.
Dia menyoroti kebutuhan adanya dialog Jakarta – Papua sebagai sarana
mengatasi akar penyebab masalah ini, yang mengarah pada perdamaian dan
keadilan di Papua.
“Sangat menyedihkan dan mengkhawatirkan untuk melihat bahwa setelah
bertahun-tahun, tidak ada yang benar-benar berubah,” tambah Papazoglou.
Merujuk pada pernyataan Komite Eksekutif Dewan Gereja Dunia yang
dikeluarkan Februari 2012, Papazoglou mengatakan pemerintah Indonesia
diminta untuk mengambil langkah yang diperlukan untuk membebaskan para
tahanan politik, dengan damai mencabut larangan perkumpulan rakyat Papua
dan demiliterisasi di Papua.
“Komite Eksekutif Dewan Gereja Dunia mendesak pemerintah Indonesia
untuk melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk masuk ke dalam
dialog dengan masyarakat adat Papua dan mengambil langkah-langkah yang
memadai untuk melindungi hak-hak mereka,” kata dia.
Selanjutnya pada 25 September 2013 permasalahan HAM di Papua ini
sekaligus dibahas dalam forum internasional “HAM dan Masyarakat Adat di
Asia: Kasus di Papua Indonesia” yang diselenggarakan secara bersama oleh
Komisi HAM Asia, Komisi Dewan Gereja Dunia Urusan Internasional, Franciscans International, Geneva for Human Rights, the International Coalition for Papua (ICP), Tapol and the World Organisation against Torture (Tapol dan Organisasi Dunia menentang Penyiksaan). Forum ini berlangsung di Dewan HAM PBB di Jenewa.
Sumber : http://indonesia.ucanews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar