Pages

Pages

Selasa, 24 September 2013

Socratez: Papua Dapat Dukungan Internasional Karena Gereja

Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja Baptis Papua (PGGBP), Socratez Yoman
JAYAPURA - Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja Baptis Papua (PGGBP), Socratez Yoman, mengatakan, masalah Aceh dan Papua sangat berbeda. Di mana, Aceh walaupun ada Kantor GAM di Swedia tetapi tidak pernah ada dukungan komunitas internasional, karena Aceh menggunakan pasukan militer GAM.

  Berikutnya, Aceh mendapatkan simpati dan didukung internasional karena adanya bencana Tsunami yang menyebabkan ratusan ribu jiwa manusia hilang. Kemudian, Aceh sejak awal sudah bagian dari perjuangan kemerdekaan negara RI. 

  Bukan itu saja, komunitas muslim di tingkat Internasional tidak banyak peduli dengan perjuangan GAM, karena internal kaum Muslim banyak konflik di antara negara-negara Muslim sendiri. Walaupun demikian, Aceh pernah merdeka dengan nama Negara Nangroe Aceh.

Sementara masalah Papua sendiri, sebagai berikut, pertama, Papua mendapatkan dukungan kuat komunitas Internasional karena ada hubungan langsung dengan Gereja-Gereja di Papua dan di seluruh dunia,

“Jadi melawan dan menindas orang asli Papua berarti Pemerintah RI sedang menindas, memeras, menyiksa, menghukum, memenjarakan dan membunuh bagian dari anggota tubuh Kristus dan Gereja yang amanah di seluruh dunia,” tandasnya kepada Bintang Papua via ponselnya, Minggu, (21/9).

  Kondisi ini, jika dilihat, Pemerintah RI dengan tindakan memecah-belah Gereja-Gereja di Papua dan diberikan stigma Separatisme secara tidak langsung, itu berarti  Pemerintah RI sedang mengganggu keutuhan dan kesatuan Gereja-Gereja di seluruh dunia.

  Dirinya juga mempertanyakan, kapan Gereja-Gereja di seluruh dunia bersuara masalah ‘pembantaian’  warga Gereja selama 50 tahun? Tentunya tidak, sehingga Pemerintah RI jangan salahkan kalau kedepannya Gereja-Gereja di dunia menyuarakan Papua harus merdeka dan berdiri sendiri.

  Kedua, rakyat Papua berjuang dengan pola damai, lobi, diplomasi dengan dana terbatas dan personil yang terbatas. Tapi rakyat Papua membawa dan mengkampanyekan dengan data-data pelanggaran berat HAM, kemiskinan diatas kekayaan alam yang melimpah, kesehatan dan pendidikan dengan Puskesmas dan Inpres yang tidak efektif dan amburadul.

Ketiga, dialog damai antara Pemerintah RI dan rakyat Papua tanpa syarat dimediasi pihak ketiga yang netral. Keempat, Papua pernah Merdeka 1 Desember 1961 yang dibubarkan Ir. Soekarno. Kelima, Pepera 1969 tidak demokratis dan dimenangkan oleh ABRI. Keenam, Papua adalah persoalan Internasional karena ada keterlibatan PBB, Amerika dan Belanda. Ketujuh, rakyat tidak terlibat dalam perjuangan kemerdekaan RI, walau ada Silas Papare dan kawan-kawan direkrut setelah kemerdekaan NKRI Tahun 1945.

  Kedelapan, Otonomi khusus 2001 solusi terbaik  tapi telah gagal total, dan UP4B dan Otsus Plus sebagai cara pemerintah RI menghibur diri kegagalannya selama 50 tahun. Kemudian Pemerintah RI mau cari istilah apa lagi untuk menipu rakyat Papua dan komunitas Internasional.

  “Rakyat Papua sudah kehilangan Trust kepada Pemerintah RI. Apalagi Sri Sultan Hamengkubuwono X, Negarawan dan Bangsawan memberikan kesimpulan jujur pada 15 Mei 2013 bahwa Pemerintah RI telah gagal meng-Indonesiakan rakyat Papua selama 50 tahun,” tandasnya.(Nls/Don/l03)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar