Ilustrasi . Foto. Konflik di antara sesama papua di Timika - Papua , yang di bangun oleh Pemerintah Indonesia untuk memusnakan Orang asli Papua dari Bumi Cendrawasih West Papua.. ( SCK) |
Kepentingan dan konflik sering terjadi di Papua. Kita selalu mencermati dan bahkan menyaksikan permainan kepentingan politik Indonesia di Papua. Indonesia tanpa henti-hentinya melancarkan berbagai taktik demi kepentingan itu.
Hanya karena kepentingan itu, mendatangkan konflik yang terus menerus merongrong kehidupan warga di Papua. Kebanyakan warga Papua hidupnya tidak aman dan damai.
Akibatnya, karena sering terjadi banyak konflik dan kekerasan membuat luka batin sulit disembuhkan atau susah terpadamkan dengan berbagai pendekatan di Papua.
Bahkan, kehidupan warga Papua sering menjadi ancaman. Maka itu, orang Papua membuat reaksi tanpa batas demi mempertahankan hidupnya dalam realitas sosial politik di tanah Papua.
Kepentingan Indonesia di Papua
Pertarungan politik Indonesia sangat dominan dimainkan dengan kekuasaan. Kekuasaannya itu sering digunakan untuk mencaplok dirinya demi kepentingannya sendiri dan keluarganya. Pemegang kekuasaan Indonesia sering mencari kenyamanan sosial bagi seluruh pejabat keluarganya dan wakil rakyat Indonesia.
Sementara warganya lapar dan haus akan makan dan minum bahkan kemiskinan merajai di Indonesia.
Para kapitalisme memegang peran penting di Indonesia. Indonesia telah membuka pintu lebar bagi kaum kapitalis untuk mengembangkan perusahannya di Indonesia.
Alasannya, Indonesia Negara baru berkembang sehingga siapa pun pemodal bisa mempengaruhi pemerintahan di Indonesia. Imbasnya, rakyat menjadi pekerja aktif bahkan budak dari Negara asing di Indonesia. Bodohlah Indonesia, jika tidak mampu mengatakan kemandirian sebagai Indonesia sejati.
Bukan hanya dilihat Indonesia Negara baru kembang tetapi memang ada gula-gula yang mesti dimimis habis-habisan oleh perusahan asing di Indonesia. Padahal segala sumber alam di bawa keluar Indonesia, rakyatnya menderita dan perbudakan oleh negara-negara asing sehingga Indonesia menjadi negara yang tergantung pada negara asing.
Misalkan, di Tanah Papua merupakan pulau yang kaya-raya dengan sumber daya alam. Karena itu, Indonesia dan negara-negara asing (Amerika Serikat) mencaplok Papua sebagai NKRI Harga Mati.
Papua sebagai wilayah kedaulatan dan keutuhan dari Negara Indonesia. Papua menjadi bagian dari Indonesia sejak Pepera 1969 melalui jalan musyawarah yang di dalamnya melibatkan wakil-wakil orang asli Papua sebanyak 1026 orang di bawah tekanan dan ancaman aparat militer Indonesia di Papua. Sehingga, orang Papua yang sediit itu memilih bergabung dengan Indonesia. Pada saat Pepera itu, jumlah penduduk warga asli Papua berjumlah 814.000 orang.
Kemudian pertanyaannya, di manakah 812.974 suaranya itu? Mengapa Indonesia tidak melibatkan semua warga asli Papua saat Pepera itu? Ada apa di balik kepentingan itu?
Padahal, dalam catatan yang dilahirkan melalui Perjanjian New York, 15 Agustus 1963, urusan administrasi Papua dipindahtangankan dari UNTEA ke pemerintah Republik Indonesia dengan syarat pemerintah harus mengadakan pemungutan suara yang dalam prosesnya melibatkan seluruh penduduk asli Papua.
Namun, hal ini terjadi karena adanya kepentingan pemerintah Amerika Serikat dalam urusan ekonomi sehingga Presiden Soeharto memberikan izin kepada Freeport McMoran sejak 1967, perusahan pertambangan yang berbasis di Amerika, untuk mendirikan pertambangan emas dan tembaga di Timika.
Selama bertahun-tahun, Freeport telah menjadi penyumbang pajak penghasilan terbesar di Indonesia. Mereka telah menyebabkan berbagai suku asli di Papua terpaksa pindah dan menghancurkan lingkungan hidup di wilayah Timika.
Bahkan kini, pulau Papua telah digadaikan oleh pihak kapitalis asing yang bekerjasama dengan Indonesia di Papua.
Kita mencermati bahwa Papua memang makanannya para kapitalis perusahan asing maupun nasional Indonesia sementara rakyat Papua pada (Propinsi Papua dan Papua Barat) hidupnya di bawah garis kemiskinan yang paling tinggi di Indonesia (lihat BPS Provinsi Papua 2010).
Akal sehatnya warga Papua tidak boleh menjadi miskin di negerinya sendiri karena bisa hidup dari sumber alamnya sendiri.
Kemenangan pada saat Pepera 1969 sehingga Papua dicaplok menjadi wilayah yang tak bisa dilepaskan dari Negara Indonesia. Indonesia mengirimkan transmigrasi sebanyak 16.600 orang di pulau Papua sejak 1970 setelah dimenangkannya. Kemudian, Indonesia melancarkan pendekatakan militer atau dijadikan daerah operasi militer (DOM) sejak 1977 hingga kini, 2013.
Pendekatan aparat militer Indonesia semakin meningkat di Papua akibat aktivitas OPM juga semakin dikenal di publik Internasional hingga kini di Papua, misalnya berdirinya kantor OPM di Inggris dan Belanda sejak 15 Agustus 2013. Karena Indonesia berkepentingan dengan Papua, maka pulau Papua caplok (NKRI HARGA MATI).
Wilayah yang tak terpisahkan, dan sudah utuh dari Negara Indonesia. Bahkan segala sumber alam pun makanannya dan pulau Papua juga miliknya, sehingga ia mampu gadaikan dan jual kepada para kapitalis asing dunia. Sementara Indonesa tidak sadar bahwa warganya sedang diperbudak dan sumber alam juga di bawa keluar oleh para kapitalis kelas kakap dunia.
Reaksi Orang Asli Papua
Orang asli Papua secara tidak langsung maupun langsung menolak dicaploknya Papua dalam Indonesia. Dengan alasan, orang Papua telah berdiri sendiri menjadi sebuah Negara Papua sejak 1 Desember 1961.
Mereka pun menolak keterlibatan pihak negara ketiga dalam hal ini PBB (UNTEA) yang tidak adil dalam memberikan suatu kepastian dan kebenaran bagi penduduk asli Papua sebagai sebuah Negara yang berlaut.
Di sini sudah jelas terjadi suatu kelalaian oleh (UNTEA). Orang Papua juga menolak atas kerjasama ekonomi yang telah dibuat antara pemerintah Amerika Serikat dan Indonesia yang di dalamnya mencaplok Papua menjadi tempat meningkatkan perekonomian pemerintahan Amerika Serikat.
Pencaplokan Papua ke dalam Indonesia dinilai suatu akar masalah yang mesti selesaikan dengan pendekatan kemanusiaan. Bukan dengan pendekatan aparat militer Indonesia di Papua. Kepastiannya, aparat pemerintah Indonesia akan kedepankan pendekatan itu karena adanya perusahan-perusahan asing yang mesti dilindungi dan dijaga secara ketat.
Warga Papua tidak bisa komentar apa pun tentang perusahan-perusahan tersebut. Jika adanya penolakan atas perusahan-perusahan asing di Papua itu, maka warganya diperhadapkan dengan moncong senjata Indonesia.
Walau demikian, konsep orang Papua memngenai hutan dan alamnya sebagai suatu komunitasnya adalah suatu kerinduan yang menanti datangnya surga kecil yang hilang itu.
Mereka mengalami krisis komunitas yang sangat luar biasa. Mereka kehilangan jati diri ke-Papua-an karena hutan dan alamnya dihancurkan oleh para kapitalis dunia di Papua. Penduduk orang asli Papua pun kehilangan kehidupannya karena ditembak mati oleh aparat pemerintah Indonesia.
Penduduk asli Papua berpandangan bahwa Indonesia sengaja menghilangkan nyawa orang asli Papua demi memperoleh kekayaan sumber alam. Dan, di sini dinilai bahwa terjadi pemusnahan etnis orang asli Papua. Justru karena itu, orang asli Papua berkata (PAPUA MERDEKA Harga Mati).
Orang Papua berkata, "Kami sudah merdeka sejak 1 Desember 1961. Namun Indonesia manipulasi melalui Pepera 1969. Kami menolak hasil Pepera itu karena adanya ancaman dan paksaan yang terjadi ketika pemunggutan suara. Kami tidak mau hidup dengan Indonesia yang menindas kami orang asli Papua."
Orang Papua mengakui, bukan bagian dari Indonesia. Karena orang Papua ditangkap, disiksa, dianiaya, dirampas sumber daya alam, dan dibunuh oleh alat negaranya.
Kepercayaan orang Papua sebagai warga Indonesia sudah tidak ada alias "kepercayaan botak" untuk Indonesia di Papua.
Begitu sebaliknya orang Indonesia sudah tidak percaya pada orang asli Papua. Malah dicaplok "Orang bodoh, orang kuno, manusia purba, pemakan manusia, kotor, jijik, dan hitam jelek".
Karena itu, konsep Papua Merdeka selalu diangkat menjadi topik publik apalagi akan lebih tambah isunya di tingkat Internasional dengan telah berdirinya kantor OPM di Inggris dan Belanda sejak 15 Agustus 2013 dan Papua. Juga dengan akan menjadi anggota Melanesia (MSG), yang telah dibahas dan diterimanya proposal WPNCL di Kanaky sejak 17-21 Juni 2013.
Konflik Berkepanjangan di Papua
Dalam mempertahankan kedua konsep "NKRI Harga Mati" dan "PAPUA MERDEKA Harga Mati", warga Papua menjadi korban. Kedua konsep itu selalu saja mempertahankan tanpa mencari solusi yang terbaik di Papua.
Menurut Pastor Domin Hodo, Pr (Dosen Kitab Suci pada STFT-Fajar Timur Abepura) untuk menyelesaikan konflik di Papua mesti dengan hati dan pendekakatan kemanusiaan melalui jalan dialog demi perdamaian di tanah Papua.
Ia menambahkan bahwa warga Papua "Papua dan Non Papua" berani menyatakan kebenaran dan keadilan dalam situasi apa pun. Ajakan Pastor sangat jelas bagi setiap kita di Papua bahwa, kita berani menyatakan dan mewartakan akan kebenaran dan keadilan di mana-mana agar orang hidup dalam damai dan kasih, sejak 29 Agustus 2013.
Dalam kenyataan hidup di Papua memang tidak ada kebenaran dan keadilan karena banyak orang menjadi korban di negeri Papua.Karena itu tugas setiap kita sebagai warga Indonesia mesti memperlihatkan wajah cinta kasih yang di dalamnya menegakan keadilan dan perdamaian secara universal.
Kita menyerukan prinsip umum di publik oleh setiap orang dan suku bangsa serta ras, atau pun semua agama dengan prinsip-prinsip universalnya tetapi kasus-kasus penembakan terjadi di mana-mana di dunia khususnya di Tanah Papua. Saya memperlihatkan kasus-kasus yang terjadi selama ini.
Misalnya, 4 warga ditembak mati tanpa alasan di Wonorejo Nabire sejak 4 Januari 2013, adanya penyisiran dan 8 rumah dibakar oleh Gabungan militer di Pugo Paniai sejak 7 Januari 2013, Anggota militer TNI: Praka Hasan dan Abbas Hadis, ditembak mati oleh Orang Tak Kenal (OTK) di Puncak Jaya sejak 10 Januari 2013, adanya "Isak Warkawani, Dani Ayum, Yokan Ayum, Lamkiar Ayum, Penina Pangkurei, Oky Warkawani, Mamniwa Wandamani, dan Simeon Ayum" ditangkap tanpa alasan oleh gabungan militer pada warga Serui sejak 16 Januari 2013, Hanok Rumansara (40) dipukul hingga tewas oleh OTK di Kwamki Lama Timika sejak 19 Januari 2013, hanya tulis berita kasus Bupati Kaimana Wartawan Papua Pos Radar Sorong bernama Dominika Hunga Andung dan Wartawan Fajar Papua bernamaYakop Onweng, diancam dan diteror, seorang tukang ojek, Wagiran(48) ditembak OTK di Pugo Paniai.
Sejak 14 Februari 2013, Seorang anggota DPRD komisi A bernama Yosias (41) dipukul masa hingga tewas oleh pendukung Luk-Men sejak 29 Februari 2013, adanya penyiksaan terhadap 7 warga: Daniel Gobai (30), Ansel Kobak (23), Eneko pahabol (23), Yosafat Saffo (41), Salim Yaru (35), Matam Klembiap (30) dan Obed Pahabol (31) di Depapre Sentani sejak 15 Februari 2013,dan 8 anggota aparat militer TNI ditembak mati oleh TPN/OPM dan sementara dipihak OPM 2 orang anggota tewas ditembak oleh aparat militer TNI 753 Nabire di Tingginambut Puncak Jaya sejak 21 Februari 2013.
Tidak berhenti, berbagai konflik dan kekerasan semakin meningkat pada warga Indonesia di Papua. Kasus saling tembak antara aparat pemerintah Indonesia melalui militer dan TPN/OPM terus berlanjut hingga kini.
Misalnya, bulan Maret dan April 2013 memperlihatkan kasus seorang warga bernama Markus S Psakor (30)diancam dibunuh oleh TNI di Waris Keerom sejak 6 Maret 2013, Sweeping lagu-lagu daerah di HP, noken bergambar Papua atau berbintang Kejora, dan baju bertulisan bintang kejora oleh Polisi di Enarotali Paniai, sejak 7 Maret 2013, Wolter Wakum (19) pelajar SMA YPK Biak disiksa dan dipukul tanpa alasan hingga tewas oleh polisi (satu personil mobil avansa Polisi), tiga warga sipil: Tinius Kiwo (23), Wurin Tabuni (46), dan Kiwenus Tabuni (30) disiksa dan diiris kulit dengan silet tanpa alasan oleh Kepolisian Resort Wamena, sejak 7 Maret 2013, warga sipil 6 orang ditangkap, dianiaya dan dipukul tanpa alasan oleh Polisi di Madi Paniai.
Sejak 8 Maret 2013, akibat pertikaian dua suku Damal dan Kei ditemukan 2 warga tewas bernama Rizal (40)dan Jemi Mom tewas dicincang di Mile 32 dan sementara 3 orang mengalami luka-luka termasuk Tekau Mom sejak 16 Maret 2013, Seorang warga sipil bernama Wundiwili Tabuni (25) ditembak mati di bagian kepala dan perut oleh TNI 753 Nabire di Tingginambut Puncak Jaya sejak 21 Maret 2013, setelah dua hari kemudian 2 orang wanita masing-masing bernama Regina Murib (25) diperkosa oleh 5 anggota TNI 753 Nabire dan Weresina Tabuni (22) diperkosa oleh 10 anggota TNI 753 di Tingginambut Puncak Jaya sejak 23 Maret 2013.
Pemerintah belum siapkan alat penyelamatan wabah bencana alam longsor sehingga 7 warga sipil terkena musibah longsor dan ribuan warga mengungsi serta kelaparan meningkat tanpa perhatian pemerintah setempat dan propinsi Papua di Tolikara sejak 22 Maret 2013, sebanyak 4 mahasiswa USWIM Nabire Kristianus Douw (20)ditembak polisi dip aha kiri dan bersarang di paha kanan, Selpi Dogomo (21) ditembak di lengan kiri, Semi Yogi (19) kena sangkur dan tembakan kepala belakang di kiri, Lambert Pekei (21) tembak menipis di kepala bagian kanan oleh Polisi dan Brimob di Nabire sejak 22 Maret 2013.
Sementara Stefanus Yeimo (35) ditembak di paha dan tali perutnya sampai keluar oleh Gabungan TNI dan Polisi di Kopo Madi Paniai, sejak 22 Maret 2013, Piet Yogi (27) ditikam hingga tali perutnya keluar dan diduga pelakunya anggota polisi di Kalibobo sejak 27 Maret 2013, Frederika Bonai (40) dianiaya dan dibunuh oleh anaknya karena dikuasai minuman Keras "Miras" di Kotaraja sejak 28 Maret 2013, sebanyak 95 warga sipil meninggal akibat busum lapar di Kwoor Kabupaten Tambrauw menewaskan sekitar 61 orang di Yahukimo sejak 9 April 2013, dan sejak 27 April 2013 Orang Tak Kenal (OTK) menembak mati seorang anggota Polisi BripkaJepri Sesa (30) dari Polsek Angkaisera Serui Propinsi Papua.
Lagi-lagi korban penembakan terus meningkat di Tanah Papua. Rasa hormat dan nilai kemanusiaan pun diinjak-injak oleh siapa pun di negeri ini. Kita lihat saja berbagai masalah selanjutnya ini, misalnya korban ditembak mati oleh polisi atas nama Abner Malagawak (22), Thobias Blesia (22), dan sementara Herman Lokden (19)ditembak kaki kanan, Andreas Kapissa (23) ditembak di kaki kiri, Salomina Kalaibin (33) di tangan kiri, perut, dan tembus paha kiri di Aimas Sorong sejak 30 April malam 1 Mei 2013.
Asrama Tunas Harapan Padangbulan disisir oleh Gabungan TNI dan Polisi sejak 30 April malam dan hingga pagi 1 Mei dan Aktivis KNPB wilayah Sorong ditangkap gabungan TNI dan Polisi depan kantor Pos Abepura sejak 1 Mei.
Sementara di Timika, 6 warga sipil ditangkap oleh Polisi dan bendera Bintang Kejora di kibarkan di Kwamki Baru oleh OTK sejak 1 Mei.
Selanjutnya Fak-Fak Bendera Bintang Kejora berkibar di SD Inpres 2 Wagon oleh OTK dan di Biak berkibar bendera Bintang Kejora di kantor Diklat Pusat Pendidikan dan Pelatihan di kampong Ibdi Biak 1 Mei.
Penyisiran dan pengejaran anggota TPN/OPM Paniai terjadi sejak 30 April-1 Mei 2013. Namun Kapolda Papua membantah tidak ditembak mati pada warga sipil di Aimas Sorong, kami hanya tembak seorang di kaki dan paha pada warganya di sana. Kami bukan pelakunya dalam penembakan warga sipil di Aimas Sorong (Baca Media Lokal Cepos edisi, 2 Mei 2013).
Kemudian sejak 3 Mei 2013, La Bila bin (19) tewas ditembak dipinggang oleh OTK di Raja Empat. Tanpa henti korban pun terus terjadi di Wamena terhadap seorang warga bernama Arton Koyoga (27) kena tembakan rusuk sebelah kiri tembus ke kanan, paha kiri dan betis kanan hingga tewas di Sinakma Wamena sejak 11 Mei 2013, seorang warga sipil bernama Adolof Apolo Kobogau (20) ditemukan tembak oleh OTK di kali Banti Timika sejak 12 Mei 2013, Viktor Yeimo (ketua umum KNPB) ditangkap oleh gabungan TNI dan Polisis di Expo Waena danMarkus Giban Mahasiswa Uncen dipukul dengan moncong senjata akibatnya patah tangan kiri dan sedang berobat di RSUD Abepura sejak 13 Mei 2013.
Kemudian pada waktu yang berbeda sejak 25 Mei 2013, Nepsa Sobolim (21) mahasiswa asal Yahukimo diserang secara brutal dipukul dan disiksa tanpa alasan oleh polisi di Yahukimo, dan sejak 4 Juni 2013 adanya diskriminasi terhadap persipura mania di Jakarta bahwa "Orang Papua Manusia Kuno dan Kera, Persipura Mania Manusia Purba", tanpa hentinya aparat pemerintah Indonesia menembak mati seorang anak sekolah dasar bernama Arlince Tabuni (12) diduga oleh Gabungan TNI dan Polisi di Tiom Lanny Jaya sejak 1 July 2013.
Di Wamena seorang bernama Irwan Yanenga (19) ditembak mati oleh Bripkol Polisi dari Polres Jayawijaya sejak 8 Agustus 2013 dan di Timika, Andereas Joani (36) Karyawan PT Freeport Indonesia ditembak di dada dan pelurunya berasarang hingga tewas di rumah sakit Caritas oleh 6 orang anggota kepolisian Polres Mimika sejak 11 Agustus 2013. Tanpa hentinya, aksi saling tembak antara aparat TNI Kopasus dan TPN/OPM di Tingginambut.
Akibat kejadian itu seorang anggota Kopasus bernamaprajurit, Pratu Andry yang bertugas di Pos TNI tertembak di bagian perut dan meninggal dunia ditempat serta senjatanya dirampas oleh kelompok TPN/OPM di Tingginambut Puncak Jaya sejak 31 Agustus 2013, terjadi pembunuhan misterius atas nama Yowap Salamuk (19) pelajar SMA YPK Teminabuan di kota Teminabuan Sorong Selatan sejak 4 September 2013 dan menurut warga bahwa Sorong Selatan banyak terjadi pembunuhan misterius di kampung-kampung tanpa diketehui pelaku pembunuhannya.
Sementara di Kali Semen Nabire terjadi lagi pembunuhan misterius bernama Marthen Gobay (43) pelakunya diduga oleh OTK sejak 5 September 2013.
Kasus-kasus pembunuhan ini dapat mengelisahkan bahkan trauma dan takut melihat pengorbanan nyawa manusia yang tak bersalah.Karena itu, ancaman kehidupan warga Papua semakin berada pada tingkat membahayakan, tanpa henti-hentinya melancarkan berbagai taktik untuk merongrong dan mengancam kehidupan orang Papua.Kapan mengakhiri konflik kepentingan di Papua?
Dengan mencermati suasana konflik dan kekerasan yang semakin meningkat di Papua menjadi keprihatinan bersama. Bukan masalah pribadi seorang saja tetapi masalah ini merambah bagi setiap warga yang ada di tanah Papua.
Maka itu, keprihatinan mesti berawal dari cinta kasih pada kehidupan luhur sebagai manusia di Papua. Hal utama yang kita buat sebagai warga Indonesia adalah menghargai hidup manusia satu sama lain bukan permusuhan atau mempertahankan konsep masing-masing "NKRI Harga Mati" atau "PAPUA MERDEKA Harga Mati".
Kini penulis menawarkan kepada setiap kita di Papua bahwa mesti kedepankan harkat dan mertabat manusia di muka umum, persamaan hak dasar manusia ditekankan kembali.
Pada akhirnya perdamaian dan keadilan mesti dimajukan di Papua. Penindasan dan kekerasan plus konflik mesti ditiadakan melalui jalan damai dengan pendekatan menjunjung tinggi keadilan di Papua.
Diajak semua warga Papua memperjuangkan keadilan dan mengedepankan komunikasi dan kesepakatan bersama melalui jalan dialog demi kedamaian di negeri ini.
Karena itu, Pemerintah Indonesia jangan takut untuk berdialog dengan orang Papua demi menyelesaikan permasalahan yang terjadi di Papua "tanpa adanya kepentingan oleh kedua belah pihak".
Santon Tekege adalah Mahasiswa Pasca Sarjana pada STFT-Fajar Timur Abepura-Papua.
Sumber : http://majalahselangkah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar