Dengan
susah payah pemerintah Indonesia melahirkan sebuah kebijakan khusus
untuk Papua yang kini disebut dengan Otonomi Khusus Papua. Namun dalam
implementasinya tidak seperti yang telah diharapkan oleh pemerintah
Indonesia. Hal ini kita bisa lihat dari fakta di Papua.
Setelah hadirnya Otonomi Khusus di Papua malah manusia Papua menjadi
termarjinal diantara Otonomi Khusus itu sendiri. Hal disebab karena
selain adanya kebijakan Otonomi Khusus pemerintah Indonesia secara
diam-diam menyusun salah satu program yang tersembuyi. Apa program
tersembunyi itu? pemerintah mengirim beribu-ribu militer di Papua dengan
maksud untuk menjaga keamanan. Emang orang Papua tidak bisa menjaga
keamanan sendiri di atas tanah sendiri?.
Fakta telah
menunjukkan bahwa, Otonomi Khusus Papua bukan salah satu jalan untuk
membangun Papua tetapi salah satu jalan untuk pemusnahan etnis
Melanesia di atas tanah Papua. Lihat saja, setelah hadirnya Otonomi
Khusus di Papua apa yang terjadi? Hanya terjadi pelanggaran HAM di
Papua. Setelah terjadi pelanggaran HAM, pemerintah Indonesia “pihak
kepolisian” selalu mengatakan bahwa peristiwa pembunuhan adalah
misterius atau tidak mampu mengungkapkam pelaku. Hal ini juga telah
menunjukkan bahwa pelaku yang sesungguhnya adalah pemerintah itu
sendiri. Aneh sekali orang Papua membunuh orang Papua sendiri dengan
senjata milik Indonesia.
Kalau kita hitung sejak Otonomi Khusus
berjalan sampai detik ini berapa banyak orang Papua yang korban
kekerasan militer? Mungkin kita bisa hitung dengan kalkulator karena
jari tangan manusia tidak cukup untuk menghitung. Hal ini, bukan
rekayasa namun dalam agenda Papua telah tercacat bahwa, kematian manusia
Papua dari tahun ke tahun disebabkan karena kekerasan milliter.
Tidak hanya tercatat di agenda Papua namun masih tercatat juga di
agenda dunia. Dunia mulai prihatin atas kehilangan manusia Papua
diantara koloniaslis penjajahan. Fakta keprihatinan adalah pada
September 2013 di Inggris sudah mulai kampanye mendukung Papua merdeka
sementara Australia juga berkampanye mendukung Papua merdeka di depan
toko kosmetik. Sehingga, pemerintah Indonesia tidak perlu berkomentar
banyak atas kantor OPM yang telah diresmikan oleh wali kota di Inggris.
Inilah bentuk dari keprihatikan terhadap ras Melanesia di Papua.
Setelah gagal mengimplementasikan Otonomi Khusus di Papua, pemerintah
juga berusaha keras untuk melahirkan satu program baru untuk Papua yaitu
Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat. Namun demikian, UP4B
ini pun telah gagal mengimplementasikan. Aneh sekali, pertama kali
menjalankan UP4B di Nabire Papua telah diawali dengan pertumpahan darah
manusia Papua di Bandara Nabire. Pertumpahan darah manusia ini terjadi
di depan pimpinan UP4B Bambang Darmono di Bandara udara Nabire. Hal ini
telah menujukkan bahwa UP4B bukan untuk menjawab kerinduan manusia Papua
tetapi jalan menuju pemusnahan Ras Melanesia.
Selan itu, Ketua
Komisi II DPR RI, Agun Gunandjar Sudarsa mempertayakan keberadaan Unit
Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat (UP4B), yang
dipimpin Bambang Darmono, terkait besarnya anggaran yang mereka ajukan
dan fungsi serta kewenangannya. Agun Gunandjar juga telah menilai bahwa
dana UP4B yang berjumlah 102 miliar itu hanya dijadikan sebagai sebuah
proyek antara pemerintah dengan sekelompok orang tertentu. Sehingga,
dalam hal ini Agun mengatakan dana pogram UP4B sangat tidak ada manfaat
bagi manusia Papua. Negara hanya membuang-buang dana tanpa ada
pembangunan yang nyata. kata Agun Gunandjar Sudarsa, di Gedung DPR,
Senayan Jakarta,
Penilaian-penilaian dari berbagai pihak ini telah
menunjukan bahwa program apapun yang dikeluarkan dari pemerintah pusat
untuk Papua tidak akan pernah diimplemenasikan dengan baik karena semua
program tersebut disetting bagus dengan kekuatan militer yang pada
akhirnya menuju pada pemusnahan Etnis Melanesia di bumi Papua.
Yang menjadi pertanyaan adalah, pemerintah Indonesia telah gagal
menjalankan OTSUS Papua dan UP4B berarti apakah ada satu program baru
yang sedang disusun oleh pemerintah untuk Papua? kalau memang ada
program baru berarti bentuknya apa dan kapan akan dipublikasikan. Kalau
ada program baru dan program baru tersebut ditolak oleh masyarakat Papua
berarti bagaimana untuk menangani Papua?.
Bagi saya, kalau
memang manusia Papua selalu tolak dengan program yang dilahirkan oleh
pemerintah pusat berarti salah satu solusinya adalah harus mengakui
sejarah bangsa Papua yang tercacat rapi, “1 Desember adalah hari
kemerdekaan bangsa Papua”. Kenapa saya katakan demikian? Karena selagi
belum adanya pengakuan dari pemerintah Pusat atas sejarah bangsa Papua
maka, tentu saja manusia Papua akan tolak semua kebijakan yang akan
dilahirkan oleh pemerintah sekalipun programnya sagat unik dan rapi.
Kalau Negara tidak mengakui sejarah bangsa Papua berarti Negara bersama
kekuatan militer bersiap-siaplah untuk panen dosa-dosa politik di atas
tanah Papua karena disitu akan dilahirkan bentuk-bentuk perlawanan.
Anak-anak bangsa akan mencari dan mencari sejarah bangsa yang sampai
saat ini masih dibungkam oleh penjajahan.
Jangan jadikan
manusia untuk tempat mendapatkan pangkat atau jabatan, jangalah jadikan
manusia Papua tempat berpraktek teknis perang, dan juga jangalah jadikan
manusia Papua bagaikan binatang buruang yang mudah diburuh oleh
penjajahan. Sebab, sekalipun manusia Papua adalah hitam dan rambut
kriting, manusia Papua adalah sama dengan manusia-manusia lain di dunia
yang mempunyai hak untuk hidup bebas di atas tanahnya sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar