Solo - Polresta Surakarta menyita atribut Bintang Kejora dalam aksi demo
mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) di kawasan
Gladag, Solo, Kamis , 15 Agustus 2013.
Dalam aksi tersebut, para
demonstran menuntut kebebasan dan menentukan nasib sendiri untuk rakyat
Papua sebagaimana tertuang dalam Perjanjian New York, 15 Agustus 1962.
Pantauan VIVAnews, aksi demo itu mendapat penjagaan yang sangat ketat dari personel TNI maupun Polri. Pemandangan ini berbeda jauh dengan dua demo sebelumnya yang digelar oleh elemen yang sama. Saat itu penjagaan tidak terlalu ketat, mereka pun leluasa melakukan aksi demo di Bundaran Gladag Solo.
Selain itu, pada waktu itu para peserta aksi demo juga memakai berbagai macam atribut, seperti spanduk, bendera serta ikat kepala yang terdapat lambang bintang kejora. Namun pada aksi demo kali ini, atribut yang bergambar bendera bintang kejora sama sekali tidak tampak. Hanya atribut bendera Aliansi Mahasiwa Papua (AMP) berwarna merah yang dibawa dalam aksi ini.
Menurut pengakuan koordinator aksi, Dinno Abugi bahwa sebelum dilakukan aksi demo ini, pihaknya mendapat intimidasi dari petugas polisi. Intimidasi itu dilakukan di tempat penginapan para mahasiswa Papua di Solo. "Kami diintimidasi. Spanduk dan pamflet telah disita," kata dia saat melakukan orasi di depan Gapura Gladag Solo.
Dampak dari intimidasi itu, lanjut dia, aksi demo yang seharusnya dimulai tepat pada pukul 10.00 WIB menjadi molor. Meski telat, aksi itu tetap dilakukan hingga pukul 11.30 WIB. "Aksi kami ini sudah mengajukan izin sehingga sudah menghormati supremasi hukum," kata dia.
Sementara itu, Kasat Intelkam Polresta Surakarta, Komisaris Fahrudin mengaku kecolongan karena dalam aksi sebelumnya mereka sempat membawa atribut bendera bintang kejora dalam aksi di Bundaran Gladag. "Sebelumnya mereka mengatakan tidak akan membawa bendera itu, ternyata mereka membawa. Oleh sebab itu pada kesempatan kali ini kami harus bertindak tegas," ujar dia.
Sebelum mereka memulai aksinya, polisi menyita beberapa spanduk dan atribut yang ada gambar bendera bintang kejora. Penyitaan dilakukan di dekat mess mahasiswa Papua di daerah Bibis, Solo.
Aksi demo tersebut digelar untuk memperingati 51 tahun penandatanganan Perjanjian New York atau New York Agreement antara Belanda dan Indonesia terkait sengketa wilayah Papua Barat. Namun, dalam kesepakatan itu tidak ada keterlibatan satu pun wakil dari rakyat Papua padahal perjanjian itu berkaitan dengan keberlangsungan hidup rakyat Papua.
Dengan demikian, AMP pun memberikan pernyataan sikap politik kepada pemerintahan SBY-Boediono, Belanda dan PBB, yakni untuk segera memberikan kebebasan dan hak menentukan nasib sendiri sebagai solusi demokratis bagi rakyat Papua.
Kedua, mereka menuntut untuk menutup dan menghentikan aktivitas eksploitasi semua perusahaan multi national corporation milik negara imperalis di tanah Papua.
Selanjutnya, ketiga, menuntut supaya menarik militer Indonesia organik maupun non organik dari seluruh tanah Papua untuk menghentikan segala bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan oleh negara Indonesia terhadap rakyat Papua. (eh)
Pantauan VIVAnews, aksi demo itu mendapat penjagaan yang sangat ketat dari personel TNI maupun Polri. Pemandangan ini berbeda jauh dengan dua demo sebelumnya yang digelar oleh elemen yang sama. Saat itu penjagaan tidak terlalu ketat, mereka pun leluasa melakukan aksi demo di Bundaran Gladag Solo.
Selain itu, pada waktu itu para peserta aksi demo juga memakai berbagai macam atribut, seperti spanduk, bendera serta ikat kepala yang terdapat lambang bintang kejora. Namun pada aksi demo kali ini, atribut yang bergambar bendera bintang kejora sama sekali tidak tampak. Hanya atribut bendera Aliansi Mahasiwa Papua (AMP) berwarna merah yang dibawa dalam aksi ini.
Menurut pengakuan koordinator aksi, Dinno Abugi bahwa sebelum dilakukan aksi demo ini, pihaknya mendapat intimidasi dari petugas polisi. Intimidasi itu dilakukan di tempat penginapan para mahasiswa Papua di Solo. "Kami diintimidasi. Spanduk dan pamflet telah disita," kata dia saat melakukan orasi di depan Gapura Gladag Solo.
Dampak dari intimidasi itu, lanjut dia, aksi demo yang seharusnya dimulai tepat pada pukul 10.00 WIB menjadi molor. Meski telat, aksi itu tetap dilakukan hingga pukul 11.30 WIB. "Aksi kami ini sudah mengajukan izin sehingga sudah menghormati supremasi hukum," kata dia.
Sementara itu, Kasat Intelkam Polresta Surakarta, Komisaris Fahrudin mengaku kecolongan karena dalam aksi sebelumnya mereka sempat membawa atribut bendera bintang kejora dalam aksi di Bundaran Gladag. "Sebelumnya mereka mengatakan tidak akan membawa bendera itu, ternyata mereka membawa. Oleh sebab itu pada kesempatan kali ini kami harus bertindak tegas," ujar dia.
Sebelum mereka memulai aksinya, polisi menyita beberapa spanduk dan atribut yang ada gambar bendera bintang kejora. Penyitaan dilakukan di dekat mess mahasiswa Papua di daerah Bibis, Solo.
Aksi demo tersebut digelar untuk memperingati 51 tahun penandatanganan Perjanjian New York atau New York Agreement antara Belanda dan Indonesia terkait sengketa wilayah Papua Barat. Namun, dalam kesepakatan itu tidak ada keterlibatan satu pun wakil dari rakyat Papua padahal perjanjian itu berkaitan dengan keberlangsungan hidup rakyat Papua.
Dengan demikian, AMP pun memberikan pernyataan sikap politik kepada pemerintahan SBY-Boediono, Belanda dan PBB, yakni untuk segera memberikan kebebasan dan hak menentukan nasib sendiri sebagai solusi demokratis bagi rakyat Papua.
Kedua, mereka menuntut untuk menutup dan menghentikan aktivitas eksploitasi semua perusahaan multi national corporation milik negara imperalis di tanah Papua.
Selanjutnya, ketiga, menuntut supaya menarik militer Indonesia organik maupun non organik dari seluruh tanah Papua untuk menghentikan segala bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan oleh negara Indonesia terhadap rakyat Papua. (eh)
Sumber : www.nasional.news.viva.co.id