Tuan Benny Wenda (Ist) |
Jayapura, 12/5 (Jubi-merdeka.com) –Indonesia kaget dan panik dengan aksi seorang Benny Wenda mendirikan Kantor Kampanye OPM di Oxford, Inggris. Banyak pihak menilai pemerintah Indonesia kecolongan dalam diplomasi luar negeri.
Reaksi panik dari pemerintah yang kecolongan sangat terlihat dari komentar Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudoyono (SBY). “Pemerintah Inggris menyatakan tetap dukung NKRI. Namun, kegiatan di Oxford itu akan mengganggu hubungannya dengan Indonesia,” tulis Presiden Yudhoyono di akun jejaring sosial, twitternya @SBYudhoyono, Senin malam minggu lalu.
Kita pasti penasaran, siapa sih Benny Wenda yang berhasil mencari dukungan ke Inggris? Bagaimana bisa Benny Wenda menyeberang sampai ke Inggris untuk memperjuangkan kemerdekaan tanah kelahirannya?
Benny Wenda lahir di Piramid Balim Valey pada tahun 1975. Pada usia 2 tahun, Benny harus menerima operasi militer yang dikenal di kalangan orang Balim perang tahun 77. Sebelum perang 77 meletus, Wenda muda hidup di sebuah desa di tanah kelahiranya. Di sana, dia hidup bersama keluarga besarnya. Mereka hidup dengan bercocok tanam. Saat itu, dia merasa kehidupannya begitu tenang, “hidup damai dengan alam pegunungan.” Kira-kira kalimat itulah yang dia rasakan.
Sampai pada 1977, ketenangan hidup Benny kecil mulai terusik dengan masuknya pasukan militer Indonesia. Benny harus melarikan diri ke hutan, kehilangan orang-orang dekatnya. Benny mengaku pasukan memperlakukan warga dengan keji. Benny menyebut di situsnya, salah satu dari keluarga menjadi korban hingga akhirnya meninggal dunia.
Wenda mengaku kehilangan satu kakinya dalam sebuah serangan udara di Papua. Tak ada yang bisa merawatnya sampai peristiwa pilu itu berjalan 20 tahun kemudian. Peritiwa pilu itu muncul akibat pemberontakan atas Pelaksanaan PEPERA 1969. Saat itu, para kepala suku mewakili keluarganya memilih bergabung dengan NKRI.
Kondisi demikian, harus diterima dan dihadapi Wenda. Wenda menyadari pilihan kepala suku itu bukan pilihanya dan keluarganya. Benny berusaha melawan pilihan yang memilih Indonesia atas tekanan militer itu.
Singkat cerita, setelah era pemerintah Soeharto tumbang, gerakan referendum dari rakyat Papua yang menuntut pembebasan dari RI kembali bergelora. Dan saat itu, Benny Wenda melalui organisasi Demmak (Dewan Musyawarah Masyarakat Koteka), membawa suara masyarakat Papua. Mereka menuntut pengakuan dan perlindungan adat istiadat, serta kepercayaan, masyarakat suku Papua. Mereka menolak apapun yang ditawarkan pemerintah Indonesia termasuk otonomi khusus.
Lobi-lobi terus dia usahakan sampai akhirnya di masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri, pemberlakuan otonomi khusus adalah pilihan politik yang layak untuk Papua dan tak ada yang lain. Saat itu sekitar tahun 2001, ketegangan kembali terjadi di tanah Papua. Operasi militer menyebabkan ketua Presidium Dewan Papua meninggal. Wenda terus berusaha memperjuangkan kemerdekaan Papua.
Pertentangan Wenda berbuntut serius. Dia kemudian dipenjarakan pada 6 Juni 2002 di Jayapura. Selama di tahanan, Wenda mengaku mendapatkan penyiksaan serius. Dia dituduh berbagai macam kasus, salah satunya disebut melakukan pengerahan massa untuk membakar kantor polisi, hingga harus dihukum 25 tahun penjara.
Kasus itu kemudian di sidang pada 24 September 2002. Wenda dan tim pembelanya menilai persidangan ini cacat hukum. Pengadilan terus berjalan, sampai pada akhirnya Wenda dikabarkan berhasil kabur dari tahanan pada 27 Oktober 2002. Dibantu aktivis kemerdekaan Papua Barat, Benny diselundupkan melintasi perbatasan ke Papua Nugini dan kemudian dibantu oleh sekelompok LSM Eropa untuk melakukan perjalanan ke Inggris di mana ia diberikan suaka politik. Dan sejak tahun 2003, Benny dan istrinya Maria serta anak-anaknya memilih menetap di Inggris.
Sampai saat ini, dari Inggris, Benny Wenda masih aktif mengkampanyekan kemerdekaan Papua. Pada tahun 2011, pemerintah Indonesia pernah mengeluarkan Red Notice dan Surat Perintah Penangkapan Internasional untuk penangkapan Wenda karena melakukan sejumlah pembunuhan dan penembakan di Tanah Air. Wenda mengklaim, red notice itu sudah dicabut. (Jubi/Mawel/Merdeka.com)