TERDAKWA
OKNUM ANGGOTA TNI,
SERTU
IRFAN (KANAN) SEDANG
MENGENAKAN
TOPI
(FOTO: OKTOVIANUS POGAU/SP)
|
Laporan : Oktovianus Pogau
Ada banyak keanehan dalam proses persidangan yang menewaskan pendeta Frederika Metalmety (38), pada 21 November 2012 lalu, di Boven Digoel, Papua. Mahkamah Militer III-19 Jayapura terkesan melindungi pelaku penembakan. Bagaimana prosesnya? Ikuti tulisan dibawah ini.
Pada 21 November 2012, awal sejarah kelam bagi keluarga besar Metalmety dan Imogoti di Kabupaten Boven Digoel, maupun di Kabupaten Merauke, Papua.
Pendeta Frederika Metalmeti (38), anak pertama dari George Metalmety (68) dan Ida Imogoti (Alm), ditemukan tewas menggenaskan di jalan Trans Asiki, Boven Digoel, Papua.
Awalnya, sekitar pukul 06. 00 Wit, kepala Distrik Komba, Manyu Waremba (46) bersama istri dan anaknya mendatangi Tempat Kejadian Perkara (TKP), dan menemukan mayat korban terbaring di semak-semak, dekat jalan Trans Asiki.
“Rumah saya sekitar 200 meter dengan TKP, pagi subuh sekitar jam 03.030 Wit saya dengar ada orang berteriak minta tolong disertai bunyi tembakan, karena saya takut, maka saya niatkan diri untuk lihat pagi hari bersama keluarga,” ujar Waremba, dalam kesaksiannya di Mahmil Dok V, Jayapura, 11 Februari 2013 lalu.
Waremba langsung melaporkan penemuan mayat kepada tiga anggota Polisi yang sedang berjaga-jaga di Pos Polisi tak jauh dari tempat penemuan mayat. Ketiga anggota Polisi bersama warga setempat akhirnya mendatangi TKP. Benar, mayat wanita bergelimpangan darah terbaring kaku menggenaskan.
“Saya setelah itu telepon ke Polres dan kami bersama-sama dengan masyarakat ke TKP, dan kami menemukan korban tergeletak di semak-semak dengan banyak darah ditubuh korban,” ujar Manggaprouw, anggota Polres Boven Digoel, dalam kesaksiaanya di Mahmil Jayapura.
Kemudian, dipimpin langsung oleh Kapolres Boven Digoel, bersama belasan anak buahnya tiba di TKP. Saat melakukan olah TKP, Polisi menemukan tiga amunisi senjata jenis caliber FN 45 masih aktif.
Juga ditemukan, sebuah helm merah mudah milik korban. Celana pendek jeans. Baju korban yang dibuka untuk menutupi wajahnya. Dan termasuk satu buah kaos pria bertuliskan “Kwarcab Pramuka Kabupaten Boven Digoel”.
Sekitar pukul 08. 00 Wit, Polisi membawah jenazah ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Boven Digoel untuk dilakukan otopsi.
Sebelum itu, beberapa suster diminta untuk memandikan jenazah korban yang belakangan diketahui Frederika Metalmeti, Gembala Sidang Jemaat Gereja Bethel Indonesia (GBI) Betlehem, Boven Digoel.
Suster yang memandikan jenazah mengaku menemukan tiga luka tembak ditubuh korban. Tembakan pertama mengenai kepala bagian depan sebelah kanan, tembakan kedua mengenai dada sebelah kiri. Dan tembakan ketiga mengenai lengan kanan korban.
Menurut Suster tersebut, bagian wajah dan kepala belakang korban hancur dipukul benda tumpul. Diduga, terdakwa ingin menghilangkan bekas tembakan di kepala korban.
Untuk memastikan pelaku penembakan, Polisi memanggil pihak-pihak yang diduga pernah dekat dengan korban untuk dimintai keterangan. Ada tujuh orang saksi dari pihak keluarga Metalmety yang diperiksa penyidik Polres Boven Digoel.
Salah satu saksi yang dipanggil adalah Adik korban, Helen Metalmety (30). Dalam keterangan di depan penyidik, Helen menceritakan semua yang ia ketahui semasa korban masih hidup, termasuk dengan siapa korban dekat.
“Pak Letkol Eko Supriyanto, mantan Dandim 1711/Boven Digoel, yang sekarang menjabat sebagai Kasi Korem 174/ATW Merauka merupakan orang yang paling dekat dengan korban.
Yang kami tahu, kakak saya berpacaran dengan beliau, dan pak Eko pernah datang ke rumah memberitahukan hal tersebut,” ujar Helen, saat ditemui suarapapua.com, belum lama ini Jayapura, Papua.
Menurut Helen, hubungan kedekatan antara mantan Dandim 1711/Boven Digoel dengan korban bisa dikatakan sangat dekat, sebab pernah ada niat untuk melangsungkan acara nikah di Malang, Jawa Timur, daerah asal mantan Dandim tersebut.
Saat Polres Boven Digoel sedang memeriksa kasus yang menghebokan warga Boven Digoel ini, pihak TNI di Komando Distrik Militer (Kodim) 1711/Boven Digoel juga melakukan pemeriksaan terhadap beberapa anak buah mereka.
Di Kabupaten Boven Digoel, tidak ada kesatuan lain, termasuk Polisi maupun Satgas Kopassus yang memunyai senjata dengan jenis FN 45, kecuali anggota TNI Unit Intel Kodim 1711/Boven Digoel.
“Setelah Kapolres Boven Digoel telepon pak Dandim, saya bersama beberapa anggota juga mendatangi TKP untuk melihat jenazah korban, tapi karena sudah diberi garis Polisi kami tidak bisa mendekat,” ujar Pasi Intel Kodim 1711/Boven Digoel, Kapten Riki Pelani, saat memberikan kesaksiannya, 19 Februari 2013 lalu, di Mahmil TNI.
Menurut Kapten Riki, setelah mengetahui penemuan amunisi senjata jenis caliber FN 45, semua anak buahnya di Unit Intel Kodim 1711/Boven Digoel, yang berjumlah 12 orang dikumpulkan untuk memeriksa setiap senjata mereka.
Sebab, menurutnya, jika ada yang baru saja menggunakan senjata untuk menembak, maka ketika dicium, maka akan ada bau asap di ujung senjata tersebut.
“Saya menyuruh Serka Sumarlianto untuk kumpulkan semua senjata anak buah, setelah itu saya bersama Dandim memeriksa semua senjata mereka di ruangan. Hanya punya sertu Irfan yang sangat bersih, dan mengkilap karena habis dibersihkan dengan minyak senjata,” ujar Kapten RIki.
Menurutnya, sejak itu, Dandim maupun dirinya mencurigai Sertu Irfan sebagai pelaku, sebab diketahui juga kalau Sertu Irfan dekat dengan korban sejak beberapa bulan belakangan.
“Kami juga sudah dapat kabar kalau memang Irfan dekat dengan korban, dan Dandim memeriksakan kami untuk menahan Irfan, dan Serka Marlianto saya perintahkan untuk memeriksa Sertu Irfan,” tegas Kapten Riki.
Kemudian, pada tanggal 22 November 2012, pukul 08.00 Wit usai apel pagi, Sertu Ifran ditahan di ruang Pasi Intel dan diperiksa secara intensif hingga pukul 06.00 Wit sore.
“Sertu Ifran tidak mengakui perbuatannya saat diperiksa. Saat kami ada pertemuaan dengan Dandim sekitar pukul 07.00 malam, kami dapat laporan kalau Sertu Irfan melarikan diri,” ujar Kapten Riki.
Sejak melarikan diri, semakin menguatkan kecurigaan Dandim dan dirinya bahwa pelaku penembakan pendeta Frederika adalah Sertu Irfan. Kemudian, ia menyebar anak buahnya ke beberapa tempat untuk menangkap Sertu Irfan.
Selama dua hari melakukan pencarian, anggota tidak menemui Sertu Irfan. Hari ketiga, tanggal 25 November 2013, ia mendapat kabar kalau pelaku bersembunyi di perumahaan trans, di rumah keluarga Sudirman.
“Saya bersama Dandim dan beberapa anak buah langsung mendatangi tempat persembunyian terdakwa, dan kami langsung menangkapnya, dan kemudian membawahnya ke Korem 174/ATW Merauke untuk diperiksa lebih lanjut,” ujar Kapten Riki.
Kemudian, dalam perjalanan menuju Korem 174/ATW Merauke, Sertu Irfan mengaku kepada Dandim kalau dirinya yang menembak mati pendeta Frederika Metalmeti, pada tanggal 21 November 2012 lalu.
Bagaimana pemeriksaan terdakwa di Polisi Militer Daerah Merauke? Apakah keluarga mendapat informasi tentang perkembangan pemeriksaan kasus tersebut? Kenapa Sertu Ifran nekat membunuh pendeta Frederika dengan begitu sadis? Ikuti tulisan berikutnya (Bersambung).
Sumber : suarapapua.com