Sudah Rp30 Triliun
Dana Otsus Dialirkan ke Papua
Jakarta, Tidak
ada alasan bagi pihak mana pun, termasuk kawasan Timur Indonesia menggugat
bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Di Papua dan Papua Barat
sendiri, Pemerintah Pusat sudah menggelontorkan dana Otonomi Khusus (Otsus)
Rp30 triliun.
Belum meratanya
kesejahteraan saat ini, tidak bisa dijadikan dasar bentuk NKRI harus diubah
menjadi federasi.
Demikian disampaikan
Ketua Tim Pemantau Otonomi Khusus (Otsus) Papua dan Nanggroe Aceh Darussalam
(NAD) DPR RI Priyo Budi Santoso, dan Sekretaris Fraksi PAN DPR Teguh Juwarno
kepada Pelita, di Gedung DPR/MPR/DPD, Jakarta, Selasa (26/3).
“Bung Karno, dan Bung
Hatta, serta pahlawan kita kurang apa untuk merajut persatuan ini. Mereka
mengorbankan jiwa, raga, nyawa, harta demi merajut persatuan Indonesia. Karena
itu, tidak boleh atas nama demokrasi yang kita bangun sekarang ini ada
keinginan untuk merubah bentuk NKRI,” tegas Priyo.
Pernyataan ini
menyikapi rencana Perhimpunan Indonesia Timur (PIT) yang akan menggelar Kongres
Indonesia Timur, 20 Mei 2013 mendatang di Makassar, Sulawesi Selatan. Kongres
ini akan membahas apakah Indonesia tetap cocok dengan bentuk NKRI atau
federasi.
PIT beralasan, selama
ini konsep NKRI telah gagal mewujudkan kesejahteraan rakyat yang merata.
Sebaliknya yang terjadi adalah ketimpangan sosial. Kesejahteraan hanya ada di
Pulau Jawa, dan Indonesia bagian Barat. Sementara, masyarakat Indonesia Timur
sendiri terpinggirkan.
Priyo menegaskan
dirinya tidak setuju jika konsep Indonesia sebagai NKRI diubah menjadi negara
federasi. Dikatakan, alasan apapun yang digunakan untuk menjadikan Indonesia
sebagai negara federasi tidak bisa diterima oleh akal sehat sebagai masyarakat
bangsa.
“Mestinya semacam itu
tidak boleh lagi muncul. Beberapa wacana untuk memisahkan diri, atau lepas dari
NKRI, saya tidak menyetujui gagasan itu. Alasan-alasan yang atasnamakan seperti
tadi tidak bisa diterima oleh akal kita sebagai masyarakat bangsa,” papar Wakil
Ketua DPR ini.
Terkait persoalan di
Papua, dan Papua Barat sendiri, ujar politisi Partai Golkar ini, selalu menjadi
persoalan yang menjadi perhatian Pemerintah Pusat. Terakhir, dalam pertemuan
antar pimpinan lembaga tinggi negara dengan presiden dua minggu kemarin,
persoalan Papua, dan Papua Barat juga menjadi perhatian.
“Kita sepakat,
presiden kita mohonkan untuk ambil prakarsa yang terbaik atas nama NKRI
melakukan langkah-langkah sesuai konstitusi atas persoalan di Papua, dan NAD.
Pertama, tentu pendekatannya kesejahteraan,” ucap Priyo.
Rp30 Triliun
Priyo pun
mengungkapkan, khusus untuk Papua, dan Papua Barat, sejak dana Otsus
digelontorkan sejak 2002 lalu sampai 2013 sekarang, total Pemerintah Pusat
sudah mengeluarkan anggaran sekitar Rp30 triliun.
“Sampai hari ini
Papua dan Papua Barat itu dapat dana tambahan Otsus hampir Rp30 triliun. Yang
itu daerah lain tidak dapatkan, tapi tidak berarti kemudian daerah lain tidak
diperhatikan. Jadi semua provinsi itu ada ukurannya dapat dana dari pusat, di
luar ukuran itu khusus untuk Papua dan Papua Barat ada tambahan dana Otsus,”
ungkap dia.
Mestinya, ujar Priyo
dengan gelontoran dana sebesar itu, Papua dan Papua Barat bisa membangun cepat
untuk mengejar ketertinggalannya selama ini. Terlebih, selain memberikan dana
Otsus, Pemerintah pun memberikan kewenangan kepada Papua, dan Papua Barat untuk
mengelola sendiri dana tersebut.
“Karena itu, kalau
masih ada masyarakat di Papua, dan Papua Barat yang menginginkan merdeka, sudah
tidak tepat. Perhatian pemerintah sudah begitu besarnya terhadap Papua, dan
Papua Barat,” jelas Priyo.
Hanya saja, Priyo
mengaku tidak tahu jika dengan dana sebesar itu hingga sekarang masyarakat
Papua, dan Papua Barat belum bisa mendapatkan secara langsung kesejahteraan
yang didambakan.
“Saya tidak tahu, ya,
mungkin belum sampai, mismanajemen, tapi laporan dari BPK (Badan Pemeriksa
Keuangan-Red)
ada beberapa penyalahgunaan dalam dana Otsus,” tegas dia.
Teguh Juwarno sendiri
mengakui jika kawasan Indonesia Timur masih tertinggal ketimbang wilayah
lainnya di Indonesia, terutama jika dibandingkan dengan di Pulau Jawa.
Menurut dia,
kebijakan Pemerintah masih terasa ‘Jakarta Sentris’, di mana pembangunan
infrastruktur, dan lainnya hanya dipusatkan di wilayah Jakarta dan sekitarnya
saja.
Menurut Teguh,
keinginan PIT menggelar Kongres Indonesia Timur untuk menggugat NKRI karena
dinilai gagal mewujudkan kesejahteraan yang merata di seluruh wilayah
Indonesia, merupakan teriakan lantang menggugat kebijakan pemerintah yang lebih
terasa ‘Jakarta Sentris’ tersebut.
“Kongres Indonesia
Timur itu, menurut saya, lebih pada teriakan lantang untuk menggugat kebijakan
selama ini yang masih timpang,” ungkap Wasekjen DPP PAN ini.
Wasekjen DPP PAN ini
menyampaikan, sejak era reformasi Otda memang sudah diberlakukan terhadap semua
daerah. Daerah, diberikan kewenangan yang luar bisa untuk mengelola wilayahnya
sendiri.
“Hanya saja dengan
kewenangan Otda yang luar biasa tersebut, ternyata 70 persen dari APBD hanya
habis untuk urusan birokrasi. Praktis anggaran untuk pembangunan itu
sangat kecil,” ucap Teguh.
Keinginan untuk
merubah bentuk negara dari NKRI menjadi federasi, menurut Taguh, bisa diatasi
dengan menarik basis Otda di kabupaten/kota ke provinsi. Ditegaskan, NKRI tetap
dipertahankan, hanya basis Otda menjadi di provinsi.
“Provinsi diberikan
kewenangan yang besar untuk mereka mengatur dirinya, mengatur daerah-daerahnya,
sehingga pusat itu hanya asistensi saja. Sehingga provinsi bisa berpikir secara
komprehensif bicara wilayah kabupaten/kota,” papar Teguh.
Pemerintah, tegas
dia, harus mampu melihat secara objektif basis Otda di tingkat kabupaten/kota
belum bisa membawa kesejahteraan bagi masyarakat secara langsung. Karena itu,
Pemerintah harus berani mengambil kebijakan basis Otad menjadi di tingkat
provinsi.
“Kasih kepercayaan ke
provinsi untuk mengatur dirinya, kekhawatiran memisahkan diri itu tidak akan
terjadi. Kenapa? Karena yang mempererat NKRI itu, ya, TNI. Dengan adanya TNI
saya yakin NKRI akan tetap terjaga,” ujar Teguh.
Terkait persoalan
Papua, dan Papua Barat sendiri, Teguh mengungkapkan, apa yang terjadi di
wilayah paling Timur Indonesia itu sangat kompleks. Ia menduga, masih ada pihak-pihak
di Pusat yang menghendaki Papua, dan Papua Barat dalam kondisi stagnan, tidak
berkembang, dan tertinggal.
“Ada pihak-pihak di
Pusat yang menginginkan Papua seperti itu. Karena menjadi lahan untuk mereka
agar tetap eksis mendapatkan uang dengan cara gampang. Di sisi lain, elite
lokal juga menikmati kondisi ini, banyak dana Otsus yang tidak mampu
dipertangungjawabkan secara jelas. Sentimen ingin merdeka bisa jadi karena
masyarakat di sana belum merasakan kesejahteraan secara nyata,” pungkas Teguh.
Diketahui, sejak
tahun 2002 hingga 2012, Papua menerima dana Otsus Rp28,413 triliun. Di Papua
Barat sendiri, dari tahun 2009-2012 sudah ditransfer dana Rp5,269 triliun.
Demikian juga dana tambahan infrastruktur untuk Provinsi Papua Rp2,501 triliun
dan Papua Barat Rp2,298 triliun.
Di 2012, Papua
memperoleh dana Otsus sebesar Rp3,83 triliun, dan Papua Barat sebesar Rp1,64
triliun. Pada 2013 dana Otsus Papua Rp4,36 triliun, Papua Barat Rp1,86 triliun;
dana infrastruktur Otsus Papua Rp0,57 triliun; dan dana infrastruktur Otsus
Papua Barat Rp0,43 triliun.
Pada 2011, BPK
mengeluarkan laporan pemeriksaan terhadap dana Otsus selama 2002-2010. Berikut
temuannya; pertama, Rp566 miliar pengeluaran dana Otsus tidak didukung bukti
yang valid. Dalam pemeriksaan tahun 2010 dan 2011, ditemukan Rp211 miliar tidak
didukung bukti termasuk realisasi belanja untuk PT TV mandiri Papua dari tahun
2006-2009 sebesar Rp54 miliar tidak sesuai ketentuan. Dan Rp1,1 miliar
pertanggunganjawaban perjalan dinas menggunakan tiket palsu. Serta temuan
sebelumnya belum sepenuhnya ditindaklanjuti Rp354 miliar.
Kedua, pengadaan
barang dan jasa melalui dana Otsus senilai Rp326 miliar tidak sesuai aturan.
Antara lain: Pertama, Rp5,3 miliar terjadi di Kota Jayapura tahun anggaran 2008
tidak melalui pelelangan umum. Kedua pengadaan dipecah Rp1.077.476.613 terjadi
di Kabupaten Merauke tahun 2007 dan 2008. Ketiga, pengadaan tanpa adanya
kontrak Rp10 miliar yang terjadi di Kabupaten Kaimana, Papua Barat, tahun
anggaran 2009. Di samping itu terdapat temuan tahun 2002-2009 yang belum
ditindaklanjutiRp 309 miliar.
Ketiga, Rp29 miliar
dana Otsus fiktif. Dalam tahun anggaran 2010 terdapat Rp22,8 miliar dana Otsus
yang dicairkan tanpa ada kegiatan atau fiktif. Rincian kegiatan fiktif
tersebut, pertama detail engineering
design PLTA Sungai Urumuka tahap tiga Rp9,6 miliar pada Dinas
Pertambangan dan Energi Provinsi Papua.
Kedua, detail engineering design
PLTA Sungai Mambrano tahap dua Rp8,7 miliar pada Dinas Pertambangan dan Energi
Provinsi Papua. Ketiga, studi potensi energi terbarukan di 11 kabupaten Rp3,1
miliar pada Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Papua. Ke empat, fasilitas
sosialisasi anggota MRP periode 2010-2015, Rp827,7 miliar pada Badan Kesatuan
Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat daerah tahun 2010. Sedangkan bagian
tindak lanjut tahun sebelumnya Rp6 miliar.
Keempat, Rp1,85
triliun dana Otsus periode 2008-2010, didepositokan. Dengan rincian Rp1,25
triliun pada Bank Mandiri dengan nomor seri AA 379012 per 20 November 2008.
Rp250 miliar pada Bank Mandiri dengan nomor seri AA 379304 per 20 Mei 2009 dan
Rp350 miliar pada Bank Papua dengan no seri A09610 per 4 Januari 2010.
Penempatan dana Otsus dalam bentuk deposito bertentangan dengan pasal 73 ayat 1
dan 2 Permendagri 13 th 2006. (cr-14)
- Harian
Pelita
Sumber
:
http://phaul-heger.blogspot.com/2013/03/tidak-ada-alasan-timur-gugat-nkri.html?utm_source=feedburner&utm_medium=feed&utm_campaign=Feed%3A+blogspot%2FPHJWY+%28PHAUL+HEGER+PAGE%29&m=1