Pages

Pages

Jumat, 08 Maret 2013

PENDIDIKAN POLA ASRAMA, QUO VADIS?

Anak-anak Papua menatap masa depan (Jubi/ist)
Jayapura, 7/3 — Pendidikan berpola asrama mengalami kemunduran saat ini. Pemerintah dan gereja masih mengabaikan model pendidikan ala misionaris gereja yang sudah lama diterapkan di Papua.
Keprihatinan ini dinyatakan salah seorang mahasiswa Katolik asal Merauke Marselino Yomkondo,  saat menemui tabloidjubi.com, di Abepura, Kota Jayapura, Papua, Rabu (7/3).

Pendidikan berpola asrama, kata dia, merupakan metode pendidikan ala barat oleh para missionaris gereja yang sudah lama diterapkan. Model pendidikan ini dinilai sebagai ajang untuk menggembleng, mendididk, dan membina peserta didik sehingga menjadi pribadi yang bisa diandalkan din masyarakat.

“Tidak hanya pembinaan intelektual semata, tetapi juga pengembangan karakter dan spiritual sehingga menghasilkan produk yang mapan dari segi intelektual dan spiritual,” kata mahasiswa yang aktif dalam Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) cabang Jayapura ini.

Namun, Marselino membandingkan pendidikan berpola asrama zaman sekarang. Di Kota Jayapura, tersebar berbagai asrama untuk menampung mahasiswa dan siswa yang disiapkan Pemda setempat. Semisal asrama mahasiswa Kabupaten Mimika di Jalan SPG Taruna Bhakti Jayapura, asrama mahasiswa asal Kabuapten Asmat di Jalan Proyek Waena, Kota Jayapura. Selain itu, masih banyak asrama mahasiswa yang dibangun berdasarkan distrik bahkan suku sekalipun.

Menurut dia, dengan menyediakan fasilitas seperti asrama ini pertanda bahwa Pemda sungguh memperhatikan pendidikan sebagaimana amanat UUD 1945 dan undang-undang Otonomi Khusus (Otsus) bagi Papua. Namun, lanjut mahasiswa asal Merauke ini, justru menimbulkan sekat-sekat atau kelas-kelas sosial bagi mahasiswa dan orang Papua sendiri.

“Kita terjebak dalam ‘kotak-kotak’. Pemerintah kebablasan. Saking semangatnya memajukan pendidikan dengan membangun asrama, pemerintah tidak mempertimbangkan dampak tersebut,” kata Ino, panggilan dia.

“Asrama adalah tempat tinggal sekaligus tempat pembinaan karakter bagi siswa/I dan mahasiswa/i. Sekali lagi, bangunan yang dibuat Pemda adalah rumah indekos,” lanjutnya.

Karena itu, menurut Marcelino, Gereja semestinya peka dan sadar, bahwa pendidikan adalah tanggung jawab bersama dalam memajukan pendidikan di Papua, misalnya, dengan membangun kerjasama dengan pemerintah daerah setempat. (Jubi/Timoteus Marten)