DR.Beny Giay (Foto:doc album pribadi) |
SBP------ (20/03/03) dalam ibadah chapel di STT
Walter Post Jayapura yang dikemas dalam diskusi bersama, Dr. Benny Giay
memberikan beberapa pandangan dan nasehat kepada seluruh civitas
akademika.
Diskusi diawali dengan membaca ayat kitab suci dari Kejadian 1:31. “ Tuhan melihat semua karya ciptaannya sungguh amat baik.”
Menurutnya, Allah telah menciptakan segala sesuatu dan semua itu
dilihatnya baik. Semua ciptaan itu telah ditempatkan Tuhan, di tempatnya
masing-masing. Dengan tujuan agar mereka tidak saling merebut dan
menjerat. Tidak saling bermusuhan. Hidup dalam suasana damai dengan
saling menghargai.
Tapi situasi itu kemudian berubah. Apa yang tadinya baik telah
berantakan. Tanah-tanah dirampas. Situasi itu seperti digambarkan dalam
Ratapan 5:1-5, “Ingatlah ya Tuhan, apa yang terjadi atas kami,
pandanglah dan lihatlah akan kehinaan kami. Milik pusaka kami berahli
kepada orang lain, rumah-rumah kami kepada orang asing. Kami menjadi
anak yatim, tak punya bapa, dan ibu kami seperti janda....dst.”
Sambungnya, Gereja dewasa ini ada di tengah dunia yang kacau balau
itu. Di tengah dunia yang tidak aman. Dunia yang mana manusianya saling
memburu, mencurigai dan membunuh. Di tengah dunia yang tidak lagi
menghargai hak milik seseorang atau komunitas manusia.
Dunia kita di Papua pun kacau balau hari ini, tuturnya. Ada banyak
anak-anak jalanan. Ada banyak kasus kekerasan dalam rumah tangga. Dalam
tahun awal tahun ini saja ada banyak kasus kekerasan dan penembakan yang
terjadi. Misalnya, Pdt. Yunus Gobay yang di tangkap dan disiksa oleh
polisi di Paniai sekitar tanggal 02/03 lalu. Agar bisa dibebaskan polisi
minta uang Rp.1.000.000;
Lanjutnya, Peristiwa-peristiwa kekerasan itu membuat kita semua hidup
dalam suasana was-was dan takut. Ada orang Papua yang mau hidup damai
tapi ada perusahan-perusahan yang datang mengusik mereka, apalagi
didukung oleh pemerintah. Suasana seperti ini telah tercipta sejak lama
di sini.
Kehidupan kita hari ini sama seperti kehidupan bangsa Israel di bawah
pemerintahan Firaun di Mesir. Orang Israel saat itu dibuat tak berdaya
karena semua kehidupan mereka sudah diatur dan dikendalihkan oleh
Firaun. Barangkali hidup kita saat ini pun seperti itu. Hidup kita
diatur dan dikendalihkan oleh orang lain. Ada jual beli senjata di Papua
tapi tak ada tanda-tanda penanganan oleh aparat keamanan, padahal
gereja sudah menyampaikan masalah itu dalam pertemuan dengan Kapolda dan
Pangdam beberapa waktu lalu di kantor Sinode Kingmi. Kami juga telah
menyampaikan itu dalam jumpa pers yang telah kami lakukan pada 6 Maret
2013 yang lalu. Kasus jual beli senjata itu misalnya, yang terjadi di
Timika pada 24 Desember 2011 lalu.
Apa yang Pengamat Politik Indonesia Pikir tentang Tentang Papua?
Menurutnya, Joko seorang intelektual Indonesia pernah mengatakan
bahwa pemerintah menciptakan pembangunan bias pendatang di tanah Papua.
Orang Papua dianggap tidak penting atau tidak ada. Sehingga semua yang
datang dari luar mencaplok habis semua sumber daya hidup orang Papua.
Ini sama dengan orang Israel yang masuk ke tanah Kanaan. Mereka
merampas habis semua yang menjadi milik orang Palestina. Ia sama juga
dengan sejarah awal Indonesia masuk ke Tanah Papua. Orang Indonesia
pikir Papua itu termasuk wilayah kekuasaan kerajaan Majapahit dan
Sriwijaya sehingga dengan sembarangan ambil semua harta kekayaan orang
Papua. Disini terjadi perbedaan pikiran. Indonesia merasa tanah papua
adalah milik mereka, sementara orang Papua bilang tidak itu tanah milik
kami.
Sambungnya, ada tokoh lainnya, yakni Daniel Dakidae. Dalam tahun 2000
ia mengatakan bahwa apa yang terjadi di Papua adalah perbudakan
terselubung. Ini sama dengan apa yang terjadi atas kelompok Ahmadiyah
salah satu kelompok Islam minoritas di Indonesia yang ditekan
habis-habisan di Pulau Jawa sampai hari ini.
Ada juga Nugroho Wibawanto. Ia berpandangan bahwa kebijakan
pembangunan yang dilakukan pemerintah Indonesia di Papua adalah
kebijakan yang melumpuhkan[1]. Kebijakan itu sangat menekan orang Papua
sehingga tidak bisa berkembang. Ini sama dengan kebijakan Firaun di
Mesir. Ketika Firaun takut kalau orang Israel bertambah banyak dan kuat
lalu memberontak melawan dia, maka ia mengeluarkan kebijakan pembunuhan
anak laki-laki orang Ibrani dan kerja paksa. Dengan maksud supaya orang
Israel sibuk dan tidak berpikir untuk pulang ke Kanaan.
Tokoh yang lainnya, yakni Cypri J Paju Dale. Ia mengatakan bahwa
kekerasan di Papua sudah mencapai kepada tingkat darurat kekerasan[2].
Ia melihat bahwa kekerasan di Papua bukanlah semata-mata insiden,
melainkan kondisi darurat lingkaran setan yang brutal, bersumber pada
komplikasi kekerasan langsung, struktural dan kultural. Itu terlihat
dengan adanya kekerasan dalam rumah tangga, operasi militer, masyarakat
adat yang dimarjinalkan, masyarakat asli yang dipaksa bersaing dengan
pendatang, konflik politik, adanya ketidak percayaan antara Jakarta dan
Papua, dll.
Apa yang Dibuat dan Bisa Dibuat Umat Tuhan di Papua?
Menurut Benny, untuk keluar dari permasalah dan tekanan hidup seperti
itu ada orang Papua yang membangun gerakan-gerakan keagamaan baru.
Dengan itu mereka berharap dapat membantu dirinya keluar dari
permasalahan yang mereka hadapi. Ada juga yang berdoa di
kuburan-kuburan orang mati supaya arwah orang mati itu bisa bantu
mereka. Ada yang hanya menunggu di ruang tunggu menantikan mujizat
Tuhan, dll.
Sementara Gereja Kingmi di Tanah Papua, secara lembaga telah
mengeluarkan surat gembala agar umat bisa menyikapi tusukan dari
berbagai arah yang dialamatkan kepada mereka dengan; 1) gereja mengajak
umat untuk pintar membaca tanda-tanda zaman yang sedang terjadi di
seputaran hidup mereka. 2) gereja menyeruhkan supaya umat saling
menghargai harkat dan martabat manusia termasuk martabat istri dan
anak-anak, sebab dalam setiap kita Tuhan sudah menaruh cahaya-cahaya
yang harus terus dijaga. 3) gereja mengajak umat agar membuang kebiasaan
menganggap anak tidak penting, sehinga membuat anak hidup dijalanan dan
tidak mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya. 4) gereja meminta
umat untuk membuang budaya proposal dan mengembangkan budaya kerja.
Apa yang Bisa Dilakukan oleh Dosen dan Mahasiswa STT Walter Post?
Yang bisa dibuat oleh dosen dan mahasiswa adalah belajar dan belajar,
tuturnya. Para dosen harus banyak membaca dan membuat metode mengajar
bahan ajar yang pas. Ini supaya para mahasiswa bisa mencerna semua
pengetahuan yang disalurkan dengan baik agar bisa berguna saat mereka
melayani nanti di lapangan, tuturnya.
Sambungnya, Mahasiswa juga diharapkan untuk banyak bergaul dengan
buku. Dekat dengan perpustakaan yang ada serta mengikuti informasi lewat
media radio, televisi dan internet, guna membekali diri dan mempertajam
pengetahuan. Selain itu mahasiswa juga harus bisa menambah serta
meningkatkan skil dalam bidang apa saja. Ini agar nantinya bisa
menghadapi realita hidup keras seperti yang telah kita gambarkan diatas.
Mengakhiri wejangannya, ia menyampaikan bahwa ketika kita melakukan
semua itu, kita sedang berubah untuk menjadi kuat dan kita pasti akan
tiba pada visi gereja kita yakni Papua Damai Sejahtera.
Naftali Edoway
Sumber : http://suarabaptis.org/index.php/2011-08-15-07-20-50/suara-kenabian/747-dr-benny-giay-belajar-dan-belajar-untuk-wujudkan-papua-damai-sejahtera