Pages

Pages

Rabu, 20 Februari 2013

Pemeriksaan Berkas, Sertu Irfan Akui Tembak Pendeta Frederika

Oditur Militer TNI saat menunjukan
 barang bukti kepada majelis hakim,
beberapa diantaranya pistol jenis FN 46
 milik terdakwa, dan beberapa peluru
 (Foto: Oktovianus Pogau/SP)
PAPUAN, Jayapura — Sidang lanjutan penembakan pendeta Frederika Metalmeti (38), yang dilakukan oleh salah satu oknum anggota TNI Kodim 1711/Boven Digoel, kembali di gelar siang tadi, Rabu (20/2/2013) di Mahkamah Militer III-19 Jayapura, dengan agenda pemeriksaan berkas terdakwa.  

Dalam kesaksiannya, terdakwa mengaku menembak mati korban dengan pistol jenis FN 46 miliknya, dan kemudian memukul dengan ganggang senjata di muka, dan kepala belakang hingga korban tewas sekitar pukul 03.30 WIT pagi, di jalan trans Papua, Boven Digoel.  

“Saya menembak korban pertama di kepala, karena masih berteriak minta tolong, saya tembak lagi di dada, dan kemudian terakhir di pinggang, sehingga korban jatuh tersunggkur di depan saya, dan langsung tewas. Setelah itu saya menarik jenazah korban ke semak-semak agar tidak diketahui orang, dan saya pulang meninggalkan korban,” ujar terdakwa, saat memberikan keterangan kepada majelis hakim.

Dikatakan, pertama kali mengenal korban saat ia ditugaskan oleh mantan Dandim 1711/Boven Digoel, Letkol Inf Eko Supriyanto, untuk mengawal salah satu calon bupati Boven Digoel.
“Karena korban juga menjadi tim sukses di calon yang saya kawal, maka dengan cepat kenal korban, dan saat itu hanya teman biasa saja, sampai hubungan lebih serius di mulai sekitar bulan Agustus 2012,” cerita terdakwa.

Terkait janin di dalam kandungan, terdakwa mengaku memang pernah melakukan hubungan badan dengan korban, namun itu terjadi di awal bulan Agustus 2012, dan hanya dilakukan sekali saja.
“Saya mengeluarkan sperma di perut korban, jadi saya tidak percaya kalau saya yang menghamili korban. Dan saya selalu terus menanyakan korban terkait orang yang menghamili korban, namun hal itu tidak pernah di jelaskan, dan korban hanya terus mengancam saya dan ingin memberitahukan kepada Dandim,” jelasnya lagi.

Karena merasa terus diancam oleh korban, pada malam tanggal 20 November 2012, sekitar pukul 11.00 WIT, terdakwa mendatangi rumah korban untuk bermaksud mengajak jalan malam, namun korban sedang keluar dan baru pulang sekitar pukul 01.00 WIT malam.

“Saya bertanya dari mana saja sampai pulang malam-malam, namun korban tidak mengaku sama sekali, malah terus mengancam saya untuk dilaporkan ke Dandim, makanya saya sempat mengancam untuk menembak korban dengan senjata, namun justru mendapat tantangan dari korban, sehingga saya emosi langsung menembak mati korban,” ujarnya menambahkan.

Ketika salah satu majelis hakim menanyakan, selain terdakwa, apakah korban pernah bercerita soal hubungan korban dengan orang lain, dengan lantang terdakwa mengaku korban pernah bercerita kalau dia sudah lama berpacaran dengan mantan Dandim, yakni, Letkol Inf Eko Supriyanto.

“Pak Letkol Inf Eko Supriyanto itu mantan Dandim saya, dan korban pernah bercerita kepada saya  kalau dia sudah lama berpacaran dengan beliau,” tegas terdakwa di dalam ruang persidangan.
Pemeriksaan terdakwa sendiri tidak berlangsung lama, sebab persidangan yang dipimpin oleh Hakim Ketua Letkolsus Priyo Mustiko (TNI-AU), Hakim Anggota Bambang Wirawan (TNI-AD), dan Hakim Anggota Fentje Ballo (TNI-AL), hanya menanyakan sedikit pertanyaan kepada terdakwa.
Setelah mendengarkan keterangan terdakwa, Oditur militer Yuli Wibowo (TNI-AL),di damping penasehat hokum terdakwa memperlihatkan semua barang bukti kepada majelis hakim.

Barang bukti tersebut, beberapa diantaranya adalah, senjata FN 45, 30 butir peluru, satu buah magasin dengan isi 7 butir peluru, celana pendek korban, dompet terdakwa, serta baju dalam milik korban.

Adik kandung korban, Helen Metalmeti (30), sangat menyesalkan sikap Oditur Militer yang sama sekali tidak menghadirkan saksi dari keluarga korban, namun hanya menghadirkan dari pihak anggota TNI.

“Saya, suami saya, dan beberapa teman dekat almarhum sudah dimintai keterangan oleh Pomda Merauke, kenapa kami sama sekali tidak di panggil untuk memberikan keterangan di ruang siding, ini sangat aneh sekali,” tanya Helen dengan nada marah kepada Oditur militer, di luar ruang persidangan, usai sidang.

Oditur Militer, Yuli Wibowo menjelaskan, dirinya hanya menghadirkan saksi-saksi yang ada dalam berkas pemeriksaan yang dikirimkan oleh Pomda Merauke, karena itu bisa segera ditanyakan kepada Pomda jika tak ada nama.

Keluarga korban, Anis Jembormase, membantah keterangan Oditur Militer terkait BAP yang dilakukan di Pomda Merauke, sebab beberapa keluarga korban dimintai keterangan oleh Polres Boven Digoel, dan semua berkas pemeriksaan para saksi telah diserahkan kepada Pomda untuk diteruskan ke Jayapura.

“Saya punya surat resmi dari Polres kepada Pomda Merauke, bahwa BAP dari semua saksi sudah di serahkan, kalau begitu kesalahan tentu ada di Oditur dan Pomda karena tak memproses surat dari Polres,” kata Jembormase.

Pantauan suarapapua.com, sidang kali ini agak sepi pengunjung, dan rencannya amal putusan akan dibacakan pada, Kamis (7/3/2013) mendatang.

OKTOVIANUS POGAU