Pages

Pages

Senin, 07 Januari 2013

2013 Orang Papua Belajar dari Filep Karma...!!!

Foto : Filep Karma (SUCENKO)
PAPUA-- Pagi ini, Kamis (3/1) saya  bahagia. Tulisan tentang pelanggaran hak asasi manusia  Papua oleh Indoneia, dengan judul; Belajar dari Filep Karma, karya Andreas Harsono, dapat dipresentasikan di depan 75 orang temanku di Universitas Teknologi Yogyakarta (UTY). Bersama 8 orang temanku yang bukan orang Papua, tapi berhati Papua, kami telah memberi sedikit gambaran, sedikit potret mengenai pelanggaran HAM di tanah Papua.
Diawali dengan pemutaran Video pidato bapak Filep Karma tahun 2004, sebelum ia akhirnya dipenjara dengan tuduhan makar, hingga 2019 nanti, kami memulai presentasi itu. Materi presentasi telah kami diskusikan sebelumnya. Saya diminta mencari informasi sebanyak mungkin mengenai pelanggaran HAM di Papua. Sayang, waktu yang dibatasi oleh dosen membuat kami harus ‘mengerdilkan’ materi presentasi.
Waktu bukan halangan. Puput, lelaki asli Jawa yang menjadi moderator mulai membuka presentasi kami, pukul 08.15 WIB. Setelah pemutaran video, kami presentasi. Kelompok kami terdiri dari banyak daerah.  Satu orang dari Flores. Saya dari Papua. Yang lainnya dari Jawa.
Yosua, salah satu dari teman-temanku mengaku belum banyak mengetahui mengenai semua yang kami bahas. Ia mengaku tidak memahami semua itu. Asror, -juga seorang temanku sekelas-  mengatakan pendapatnya, bahwa sampai saat ini, ia menganggap semua yang kami presentasikan, juga pidato Filep Karma itu negatif.
Saya hanya berpikir dalam hati, mungkin Asror menilai kami  'pro separatis' dalam presentasi kami, yang menampilkan pelanggaran HAM terhadap orang Papua, oleh Indonesiai. Dugaanku ini segera dibantah hatiku. Aku mengira, kelompok kami telah mepresentasikan materi dalam batas yang sewajarnya, yakni mengenai HAM.  Kelompok kami menaggapi pandangan Asror,  bahwa hal-hal menyangkut keinginan orang Papua untuk memisahkan diri, juga mengenai pelanggaran HAM, terutama kontraversi sejarah Papua harus digali kembali, ditelusuri bersama, dicari akar persoalannya dan diluruskan, bukannya dianggap negatif dan malah ditutupi. Tidak boleh dianggap negatif, dan tidak boleh ada lagi kata ‘tabu’, ‘berbahaya,’ dan lain-lain menyangkut hal ini. Karena di Papua, akibat dua nasionalisme yang berbeda itu, banyak orang meregang nyawa. Ia akar lahirnya pelanggaran HAM orang Papua oleh Indonesia.
Terlepas dari itu semua, mestinya penegakan HAM harus dijungjung sepenuhnya dalam implementasinya, kepada siapapun dia orangnya. Tak peduli apapun latar belakangnya.
Dalam diskusi, ada pertanyaan dari Maeda, seorang teman dari Jawa. Ia bertanya, apakah kelompok kami  pro dengan kemerdekaan Papua atau tidak. Ini pertanyaan yang tidak sesuai materi presentasi, namun  menarik, dan segera disambut riuh teman-teman sekelas. Pertanyaan ini dijawab perwakilan kelompok kami, oleh seorang perempuan Jawa berhati kemanusiaan, bahwa kelompok kami hanya berdiri di tengah, netral, dan nilai-nilai kemanusiaanlah yang justru kami junjung. Bahwa apapun keadaan dan kondisinya, hak-hak dasar sebagai seorang manusia, dan hak masyarakat pribumi  harus dihargai. Kebebasan berpendapat harus mendapat ruang. Juga komitmen akan penyelesaian atas segala aspirasi itulah yang ditunggu orang Papua  untuk dibuka.
Ia mengatakan, selama ada pelanggaran HAM Indonesia terhadap orang Papua, Indonesia telah melanggar HAM orang Papua. Begitu juga sebaliknya. Lebih lanjut ia mengatkan, bahwa kelompok kami hanya berada di sisi kemanusiaan. Bila alasan dan fakta sejarah yang mendukung Papua merdeka benar, dan memang ada rekayasa sejarah seperti yang dituduhkan para tokoh Papua, mengapa kita harus terus membuat Papua menjadi bagian dari RI?
Tulisan karya Andreas Harsono memang panjang. Dengan keterbatasan pemahaman kami, juga keterbatasan kesediaan waktu, juga tanggapan sinis dari beberapa teman karena judul dan sorotan kami yang dianggap “pro separatis”, toh, kami tidak menyerah. Seorang teman perempuan dari kelompok kami mengaku bangga, dapat memperkenalkan kondisi orang Papua, walau tidak secara keseluruhan kepada teman-teman.
Aku sadar, pasti banyak kesan terhadapku oleh teman-temanku juga oleh dosen. Aku dianggap "separatis" yang memperjuangkan kemerdekaan Papua, itu sudah pasti mereka pikirkan terhadapku. Tak apalah. Hatiku tetap satu: tetap berjuang agar kehidupan yang layak dinikmati oleh orang-orangku di tanah Papua, di atas tanah kami yang kaya, tanpa ada lagi konflik, pelanggaran HAM, dan lain sebagainya. Aku hanya ingin damai melingkupi hidup kami di atas tanah kami. Itu saja.
Presentasi kami hanya 1 jam. Entalah, aku tidak tahu kesan teman-temanku semua. Yang pasti, aku bahagia, ternyata ada orang yang bukan berasal dari papua, peduli mengenai keadaan HAM di tanah Papua, peduli kepada persoalan di Papua.
Bintang di ufuk timur mulai bersinar. Ada harapan akan hidup yang lebih baik, tanpa ada konflik dan ketegangan lagi di atas tanah kami bagi kami orang Papua. Terimakasih Ugatame. (animala B)

Sumber: facebok.com/https://www.facebook.com/notes/sanimala-bastian-tebai/belajar-dari-filep-karma/397368940344198